Monthly Archives: August 2014

A beach at the foot of a hill

You still remember my last post about Langkisau Hill, don’t you? Well . . at the foot of the hill lies a beach which quite known for the locals as their favorite tourist destination. Although visited mainly by locals, the facilities in there were quite complete. I heard that the local government had a plan to introduce the beach to much wider travelers and tourists so the beach would became one of West Sumatra Province’s main tourist destinations. The beach’ name was Pantai Carocok or Carocok Beach.

IMG_CAR01

Pantai Carocok was facing to the west, to the Indian Ocean. Even by facing the Indian Ocean, however, the waves were calm; perhaps the beach’ location which was in a bay made the waves were not as big as in other places that faced the Indian Ocean. The water was quite clear in there, so travelers could see the sea bed clearly, and watching school of small fishes swam in the sea water from the sea bridges. Sea bridges? Yup, the local government had already built some sea bridges which crisscrossed the beach area to enable visitors enjoyed the beach area freely off the shore as well as to enable visitors who wanted to visit a small rock island called Batu Kareta Island which located only about 200 meters off the shore. At each intersection on the bridges, the government also built small gazebos. Psst . . when I was there, I saw many couples used the gazebo to enjoy a romantic moment caressed by the soft sea breeze 😛

IMG_CAR02

Aside of Batu Kareta Island, there was also another island nearby called Cingkuak Island. Cingkuak Island could not be reached via the sea bridges; it could be reached only by sampan or a small boat, instead. Travelers were only had to pay Rp 10,000.– (approximately US$ 1.–) per person to be transferred by locals in a sampan. Cingkuak Island had many water sport activities, such as banana boat and jet-ski. For them who like to explore, they could visit the ruin of a Portuguese’s fort in there. Yup, an old fort ruin, as Cingkuak Island was the place where the Portuguese landed when they came to Sumatra in the 16th century.

IMG_CAR11

Carocok Beach could be reached easily by public transport from Painan, even it could be reached on foot as it was only about 2 kilometres from Painan’s city centre. Because of that, the beach was almost always swarmed by visitors. There was a row of stalls sold any kind of souvenirs, foods and refreshments on an area destined for the sellers. The parking area was also already been built not too far from the beach. Clean toilets were easily been found on the area. With such facilities, especially if the facilities maintained well, I believe that the local government plan to attract more tourists would be success.

IMG_CAR07

Keterangan :

Masih ingat postinganku yang lalu tentang Bukit Langkisau, kan? Nah . . tahu gak kalau di kaki bukit itu terdapat sebuah pantai yang menjadi tujuan wisata utama bagi penduduk setempat, meskipun sekarang banyak juga pengunjung dari tempat-tempat yang lebih jauh yang juga berkunjung ke sana, apalagi sekarang fasilitas yang tersedia untuk pengunjung semakin lengkap. Bahkan aku sempat memperoleh informasi kalau pemerintah setempat berencana membuat pantai ini menjadi salah satu tujuan wisata utama di Propinsi Sumatra Barat ini. Pantai yang aku maksud di sini dikenal dengan nama Pantai Carocok.

IMG_CAR08

Pantai ini menghadap ke barat, sehingga cocok sekali bagi pemburu sunset. Menghadap ke barat berarti langsung menghadapi luasnya samudera lepas karena di sebelah barat Sumatra adalah Samudera Hindia yang terkenal dengan ombaknya yang dahsyat. Eh tapi di Pantai Carocok bisa dibilang kalau ombaknya sangat kecil lho, mungkin karena posisi pantai yang ada dalam sebuah teluk. Pasir pantainya yang kecoklatan cukup lembut terasa ketika telapak kaki kita melangkah di atasnya. Air lautpun cukup jernih di sana sehingga dasar laut dan juga kumpulan ikan-ikan kecil yang berenang berkelompok dapat dengan jelas kelihatan kalau kita melihat dari atas jembatan yang membentang di atas laut. Ada jembatannya juga? Yap, salah satu keunikan Pantai Carocok adalah bahwa di pantai terdapat bentangan jembatan beton yang dibangun saling silang menyilang sehingga pengunjung bisa leluasa menikmati pantai sampai agak ke tengah laut, disamping juga memungkinkan pengunjung untuk datang ke sebuah pulau karang yang bernama Pulau Batu Kareta, yang terletak kurang lebih 200 meter dari Pantai Carocok. Dahulu, pulau itu bisa dicapai dengan berjalan kaki hanya pada saat air laut surut, tetapi dengan adanya jembatan seperti sekarang, kapanpun pengunjung bisa datang ke pulau tersebut tanpa mempergunakan perahu. Tadi aku sempat sebutkan bahwa jembatan yang dibangun di atas laut ini saling silang menyilang. Nah di tiap-tiap persilangan tersebut, seperti juga di beberapa ujung jembatan yang ada di atas laut, dibangunlah sebuah gazebo mungil sehingga pengunjung bisa beristirahat dan menikmati panorama laut dari sana. Pada waktu aku kesana, di kebanyakan gazebo, yang aku lihat adalah pasangan-pasangan yang lagi pacaran. Hmmm . . . asyik juga mungkin pacaran di atas laut ya, asal jangan sampai kecebur saja 😛

IMG_CAR09

Di lepas pantai, selain Pulau Batu Kareta, ada pula pulau lain yang letaknya cukup dekat dengan pantai, meskipun pulau ini tidak bisa dicapai dengan jembatan. Jadi untuk menuju ke pulau tersebut haruslah dengan mempergunakan sampan ataupun perahu dengan motor tempel milik penduduk setempat. Nama Pulau itu adalah Pulau Cingkuak. Tarip menyeberang dengan sampan dari Pantai Carocok ke Pulau Cingkuak waktu itu adalah Rp 10.000,– per orang. Banyak orang menyeberang ke pulau itu karena Pulau Cingkuak memiliki fasilitas olah raga air yang cukup lengkap disamping juga pasir pantai yang lembut dan bersih. Pengunjung bisa bermain banana boat ataupun jet ski di sana. Buat mereka yang lebih suka menjelajah, di Pulau Cingkuak juga terdapat reruntuhan sebuah benteng Portugis yang mungkin menarik juga untuk dijelajahi. Benteng Portugis ya? Koq bisa? Iya betul Benteng Portugis, karena menurut catatan sejarah, pertama kali Bangsa Portugis menginjakkan kakinya di Sumatra ya di Pulau Cingkuak itu.

IMG_CAR06

Pantai Carocok dapat dengan mudah dicapai dengan kendaraan umum dari Painan. Bahkan banyak juga yang berjalan kaki ke sana dari Painan. Maklum saja karena jaraknya hanya sekitar 2 kilometer dari pusat kota Painan. Karena itu, tidaklah heran kalau kawasan pantai ini bisa dibilang tidak pernah sepi dari pengunjung, apalagi dengan fasilitas yang sudah tertata dengan rapi di sana. Misal saja tempat parkir yang cukup luas yang lokasinya sangat dekat dengan pantai; dan juga deretan warung yang menjual aneka cendera mata, makanan khas setempat maupun minuman yang berjajar rapi di tempat yang telah disediakan. Musholla dan toilet yang bersihpun ada di sana. Aku rasa asalkan semua fasilitas itu tetap terpelihara dan terjaga kebersihannya, rencana pemerintah setempat untuk menarik lebih banyak pengunjung ke Pantai Carocok akan berbuah manis. Ya kan? 🙂

IMG_CAR10IMG_CAR12

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 69 Comments

A hill with a view

That time, I came to the southern part of West Sumatra Province; to the Pesisir Selatan Regency to be precise. The capital of the regency was called Painan, a small city which could be reached within 2 to 3 hours ride from Padang, the largest city in the province. Now, let us not stop in Painan since Painan was only an ordinary city with nothing interested me. I continued my trip another 15 minutes to the south to reach the beach area. Before reaching the beach there was a small road ascending a hill called Bukit Langkisau (Langkisau Hill). It was only a small hill of about 500 meters high, but when travelers reached the top of the hill, they would be amazed by the view.

IMG_BLK01

From the top, beautiful scenery unfolds. Turquoise colored sea spotted with some small islands was seen on the west, while Painan city was seen a far on the north surrounding by hills. Painan’s beach which called Salido, was also clearly seen from there. Some said that in a clear day, Padang, which was about 77 kilometers to the north, could also been seen, but when I was on the hill, unfortunately the weather was not too clear so I could not proof it by myself :|.

IMG_BLK03

To capture pictures in there, travelers should be very careful, especially for them who want to take pictures from the concrete ramps that built as a take-off point for the paragliding enthusiasts who often gathered and launched from there. The ramp was built on a fairly steep hillside without any safety rail to prevent somebody from being fell over the hill.

IMG_BLK02

It was really nice to be able to see the scenery from atop of a hill like that in Langkisau Hill. I thought, however, it would be nicer if travelers could also enjoy the scenery while soaring on the sky. Never doing paragliding before? Not to worry, in some certain days, travelers could glide tandem accompanied by an experienced paragliding athlete. Want to try? 🙂

IMG_BLK08

 

Keterangan :

Kali ini langkah kakiku membawaku menapaki wilayah selatan dari Propinsi Sumatera Barat; tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Ibu kota kabupaten ini adalah Painan, sebuah kota kecil yang lumayan hidup dan berjarak kurang lebih 77 kilometer dari Padang. Waktu itu perjalanan menuju Painan aku tempuh dengan mobil melalui jalan yang berkelok-kelok menembus bukit dan hutan. Kadang-kadang laut tampak sepintas dari sela-sela rimbunnya pepohonan jauh di bawah sana. Dan karena pada waktu aku di sana itu hujan masih sering turun meskipun seharusnya sudah musim kemarau, beberapa air terjun kecil tampak memuntahkan airnya dengan deras di beberapa titik di tepi jalan. Dengan panorama demikian, perjalanan selama kurang lebih dua setengah jam dari Padang tidaklah terasa terlalu melelahkan. Sesampainya di Painan, aku masih meneruskan perjalanan ke selatan kurang lebih selama seperempat jam lagi, kemudian berbelok ke kanan untuk menuju ke pantai.

Sebelum mencapai pantai, di sebelah kanan jalan aku melihat sebuah jalan beraspal yang tidak terlalu lebar menuju ke atas sebuah bukit. Berhubung tidak ada satupun petunjuk arah yang menjelaskan akhir dari jalan tersebut, aku meminta pengemudi yang mengantarku di sana untuk berbelok dan mengikuti jalan tersebut. Rupanya pengemudi yang mengantarku itu sudah paham dengan daerah itu, dari keterangannya aku baru tahu bahwa jalan tersebut akan sampai di puncak bukit setinggi kurang lebih 500 meter itu, dan nama bukit itu adalah Bukit Langkisau. Untungnya kendaraan yang membawaku waktu itu adalah kendaraan kecil, karena kalau kendaraan besar, pastilah tidak akan mampu naik mengingat jalanan tersebut menanjak dengan kemiringan yang lumayan curam. Jalanan cukup sepi waktu itu sehingga aku sempat berpikir untuk membatalkan saja perjalanan mendaki bukit itu. Tetapi karena tidak ada tempat memutar, akhirnya aku teruskan juga mendaki dengan perkiraan kalau di puncak pastilah ada tempat memutar.

IMG_BLK04

Untungnya (lagi) aku meneruskan perjalan sampai ke puncak bukit itu karena ternyata pemandangan dari puncak bukit sangat indah. Ketika menghadap ke arah barat, laut yang membiru terbentang sampai ke kaki langit, beberapa pulau terlihat seolah bukit-bukit yang menyembul dari dasar laut. Di sebelah utara, kota Painan tampak bagaikan maket area perumahan yang dikelilingi bukit. Pantainya yang berpasir putih juga tampak dengan jelas dibatasi oleh daerah yang tertutup pepohonan menghijau. Ah . . . rasanya tak ada bosannya memandang keindahan ciptaanNya dari puncak Bukit Langkisau ini, apalagi angin sepoi yang sejuk membelai lembut mengusir gerah yang sebelum mendaki bukit selalu mengikuti kemanapun kaki melangkah.

IMG_BLK05

Bukit Langkisau sudah cukup terkenal sebagai salah satu titik untuk take-off bagi para penggemar paralayang. Di puncaknya sudah terdapat ramp beton untuk melompat lengkap dengan wind-sock yang selalu melambai menunjukkan ke arah mana angin bertiup. Dari ramp tersebut, pemandangan indah terbentang, hanya saja pelancong yang mengambil foto di situ haruslah berhati-hati kalau tidak mau tergelincir dan akhirnya jatuh ke bawah, maklumlah ramp tersebut di bangun di sisi bukit yang cukup curam.

IMG_BLK07

Memang mengasyikan bisa menikmati pemandangan dari ketinggian seperti ini. Tapi rasanya pasti lebih asyik kalau bisa menikmati pemandangan sambil melayang-layang di angkasa seperti burung. Para penerbang paralayang pasti sudah merasakan sensasi itu, eh . . . tapi buat yang belum pernah terbang dengan paralayang, pada hari-hari tertentu bisa mencicipinya dengan terbang tandem bersama para atlet paralayang yang sudah cukup berpengalaman juga lho. Mau mencoba?  🙂

IMG_BLK06

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 66 Comments

Pernah mencoba makan dalam penjara?

Kalau pertanyaannya begitu, rasanya aku bisa bilang kalau aku pernah dong makan dalam penjara 😛 . Etapi bukan penjara beneran lho ya . . . amit-amit deh kalau sampai masuk penjara *langsung ketok meja tiga kali*. Yang aku maksud sebetulnya adalah sebuah resto yang interiornya dibikin mirip dalam penjara karena resto ini menabalkan diri dengan nama Jail Restaurant atau restoran penjara.

IMG_BKT01

Nama resto ini adalah Bong Kopitown, karena resto ini dimiliki oleh Bong Chandra yang sudah cukup dikenal sebagai seorang entrepreneur muda yang juga adalah seorang motivator dan penulis buku. Kebetulan sebelum bulan puasa kemarin, aku berkesempatan menjajal beberapa menu yang ditawarkan di salah satu cabang resto tersebut yang berada di Karawaci.

Koq salah satu? Iya, Bong Kopitown sejauh ini sudah memiliki 5 gerai, yaitu di Kelapa Gading – Jakarta Utara, Plaza Semanggi – Jakarta Pusat, Summarecon Bekasi, Supermall Karawaci, dan di Jl. Sagan Yogyakarta. Sayangnya, dari info terakhir yang aku terima, gerai yang di Plaza Semanggi sudah tutup. Entah dengan gerai-gerai yang lain. Mudah-mudahan sih masih beroperasi seperti yang di Karawaci itu, dimana aku sempat mencoba beberapa jenis masakan Bong Kopitown yang ditawarkan di sana, lokasi pasti Bong Kopitown yang di Supermall Karawaci ada di Lantai 2 mall tersebut.

Menurut aku, ide Bong Chandra untuk membuat themed restaurant seperti ini cukup brilian. Apalagi perlengkapan makannya juga disesuaikan dengan keadaan dalam penjara, paling tidak itu yang aku lihat dalam film-film yang bertema penjara di bioskop maupun di televisi :D. Makanan disajikan di atas piring-piring logam, ataupun mangkuk logam. Sedangkan untuk minuman, kalau aku gak salah, hanya teh panas saja yang disajikan dalam cangkir logam, sementara minuman dingin tetap disajikan dalam gelas.

secangkir teh panas di atas daftar menu  (a cup of hot tea on a restaurant menu)

secangkir teh panas di atas daftar menu (a cup of hot tea on a restaurant menu)

Makanan yang disajikan di Bong Kopitown adalah makanan China Peranakan yang merupakan warisan keluarga Bong. Dari beberapa jenis yang aku coba, rasanya cukup lezat. Pada kesempatan itu, aku sempat mencoba nasi goreng ala Keluarga Bong, kuetiaw goreng, bihun goreng Singapura, nasi fu yung hai, mie goreng, nasi penjara, dan juga mie penjara. Wah koq banyak, memang muat perutnya? 😯  He he he . . . tentu saja gak muatlah, perutku masih normal koq, bukan karung :P. Cuma kebetulan aku ke sana bersama keluargaku, jadi pasti muatlah semua makanan itu, apalagi porsinya juga pas koq, gak terlalu besar dan juga gak terlalu kecil. Sebetulnya masih banyak lagi menu yang ditawarkan di sana, seperti misalnya nasi lemak, nasi ikan asam manis, laksa Singapura, yamien, dan lain-lain. Dan semuanya memang kelihatan enak. Cuma ya itu tadi, apa daya perut sudah gak muat  :(.  Lain kali rasanya perlu balik lagi untuk mencoba menu yang lain juga.

Jenis-jenis makanan yang aku sebut di atas masuk dalam kategori menu utama, karena untuk yang cuma perlu camilan untuk teman ngobrol, resto ini juga menawarkan berbagai macam makanan ringan seperti ubi goreng, pisang goreng, roti bakar ala Hong Kong dan lain-lain. Aku sendiri waktu itu sempat mencoba singkong ala Thailand. Untuk minumannya, resto ini menawarkan berbagai macam minuman, baik dingin maupun panas. Semuanya bisa dipilih di menu yang bentuknya menyerupai lembaran koran yang di beri nama Old Town Post, dimana di halaman utamanya memajang berita mengenai adanya tiga orang buronan paling dicari yang menyerahkan diri. Di halaman muka tersebut juga bisa dibaca sedikit cerita mengenai ketiga buronan itu dan mengapa mereka akhirnya menyerahkan diri.

Keunikan resto ini tidak hanya tampak dari suasana ruangan yang dibuat mirip dengan keadaan dalam penjara lengkap dengan jeruji besi dan sel-sel yang bisa ditempati pengunjung tamu ini untuk menyantap hidangan yang mereka pesan, tetapi juga dari seragam para pramusaji yang akan dengan ramah menyambut para tamu dan mencatat pesanan. Seragam yang berwarna hitam putih bergaris sepintas mirip seragam penjara dalam film-film. Bahkan untuk masuk ke area resto, pengunjung harus melalui tirai yang terbuat dari rantai-rantai yang digantung.

Begitu masuk ruangan resto, yang pertama kali akan dijumpai adalah meja tinggi yang difungsikan sebagai tempat meracik minuman, sedangkan di sebelah kanannya merupakan ruangan dapur yang dibatasi tembok dengan ruangan pengunjung. Tembok tersebut memiliki jendela untuk tempat keluarnya masakan pesanan pengunjung yang sudah siap disajikan.

Nah . . bagaimana? Tertarik untuk mencoba makan dalam penjara? Tertarik sih tertarik, tapi bagaimana harganya? Oh iya, hampir lupa . . . :oops:.  Harganya gak mahal juga koq. Untuk makanan utama harganya berkisar antara 20K – 30K, sementara snack tidak lebih dari 20K per porsinya. Minuman pun berkisar segitu, tergantung apa yang dipesan. Ya masih cucuklah membayar harga tersebut untuk suasana yang unik dan rasa masakan yang enak  🙂

Eh iya, jangan berfikir kalau ini promo lho ya. Ini murni iseng karena menurut aku resto ini unik dan layak di coba. Banyak lho pengunjung yang menyempatkan berfoto-foto juga di dalam ruangan resto ini. O ya, pada akhir pekan, resto ini cukup penuh pada jam-jam makan. Jadi kalau memang berniat mencoba, sebaiknya datang sebelum waktu makan atau justru setelahnya. Waktu aku ke sana sih kebetulan aku sampai sebelum waktu makan siang, jadi masih dapat tempat di dalam salah satu sel “penjara” itu 😀

 

Summary :

The title of the post can be translated as “have you ever had your meal in jail?”
Yup, you’re not mistaken, but what I meant here was not a real jail, of course. It was only a themed restaurant in Karawaci, a Jakarta’s satellite city, where I had my lunch with my family recently. I intently made my lunch as one of my post because the restaurant’s theme was quite unique; even the restaurant’s name underlined the theme. As you’ve seen in the last picture below, the name was Bong Kopitown Jail Restaurant.

IMG_BKT18

The restaurant owner was Bong Chandra, a young entrepreneur who was also a motivator and a book writer; hence the restaurant name was Bong Kopitown. He boasted that all the dishes were made based on his family old recipe. It was a Peranakan cuisine. Well, about peranakan cuisine, according to Wikipedia the cuisine combines Chinese, Malay, and other influences into a unique blend; and Bong Chandra proved that the blend were really made good taste dishes  🙂

To have a meal in Bong Kopitown, not only you taste various delicious foods, but also a unique environment. In there you can choose to seat in a small hall together with other guests or in a cell, even you can close the cell’s door if you want it 😀 . The utensils used were also like the ones used in a jail as portrayed in films (sorry I haven’t been in a jail and don’t even want to be in a jail, so I don’t know what were the real utensils used in a real jail 😛 ). The waiters and waitresses were all wear an inmate uniform.

IMG_BKT17

Anyway, it was a unique concept to be applied on a restaurant, and yet it was a successful trick as the restaurant was almost always full during lunch and dinner time. Perhaps it also caused by the price that was quite cheap for such a restaurant. It was only about Rp 20,000.- – Rp 30,000.- (US$ 2.- – US$ 3.-) per serving.

At last, the post was not intended as a promotion for the restaurant which already had 5 outlets. I made it just because I thought the restaurant was quite unique and all the dishes served were worth the price  🙂

IMG_BKT22

Categories: Food Notes | Tags: , , , , | 82 Comments

Blog at WordPress.com.