Monthly Archives: July 2016

One cloudy sunrise

Balikpapan, one of East Kalimantan Province’s main cities; and at that very morning the city was still quite empty. The people of Balikpapan were still fast asleep since the weather was quite cool as a result of a downpour the night before. At that time, I was already in the car I rented, drove along the wet city road heading to the east in order to catch the sunrise. In my previous discussion with Pak Anto, who accompanied me on my trip in and around the city, we decided to go to Manggar Segara Sari Beach.

The beach was located in Manggar Village, about 22 kilometres from the city to the east. The road was quite good, and since then, I miscalculated the time. I came too early at the beach. The beach was still empty and dark, even the ticket attendance was not arrived yet, so I could go directly to the beach for free 😛

IMG_MSS01

Manggar Segara Sari Beach was a sandy beach. There were row of pine trees at the beach which made the weather not too hot at day time. There were also some stalls selling simple food and refreshments. That morning, when I prepared my camera to capture sunrise moments, I saw some people prepared floats to be rented. The wave at the beach area was quite tame, so it was quite safe for people to swim in the sea. Some people looked at the condition as a business opportunity, so they rented floats for travellers who wanted to swim in there 🙂

IMG_MSS03

From the information I got, the beach was become the most favorite destination for locals and also for people from the neighboring city of Samarinda to spend their leisure time. That was why on week-ends and holidays the beach area was very crowded.

I was not there in such days, and also I came very early in the morning, so what I met was an empty beach. But I was not lucky enough; dark clouds were still hanging low. All of a sudden, drizzles came and made me ran for shelter. Fortunately, closing to the sunrise time, the drizzle stop although dark clouds still seemed quite heavy, especially in the east. The moments the sun rose from beyond the horizon could not be captured 😦

IMG_MSS06

IMG_MSS08

After a second thought, however, I decided to snap at the direction of the sun even though the sun was still hiding behind some clouds; and here I shared to you some of the pictures I captured at that time. —

IMG_MSS09

IMG_MSS10

IMG_MSS11

IMG_MSS12

IMG_MSS14

Keterangan :

Balikpapan meskipun bukan ibukota propinsi, tetapi tetaplah merupakan salah satu kota besar di Propinsi Kalimantan Timur. Dan pagi itu Balikpapan masih terlelap di tengah kesejukan udara subuh sebagai akibat hujan deras yang turun malamnya. Aku sendiri sih sudah di jalan bersama Pak Anto yang menemaniku selama perjalananku di Kalimantan Timur kali ini. Kendaraan yang aku tumpangi bergerak lancar di atas aspal yang basah, apalagi pagi itu lalu lintas juga boleh dibilang sepi sekali. Seperti biasa aku berencana memburu saat-saat terbitnya sang matahari, dan pagi itu yang aku pilih adalah Pantai Manggar Segara Sari.

Pantai ini terletak di Kelurahan Manggar, kira-kira 22 kilometer di sebelah timur kota. Jalan menuju ke sana boleh dibilang cukup baik, sehingga tidak sampai setengah jam sejak aku berangkat dari hotelku yang terletak di tengah kota, aku sudah memasuki kawasan pantai. Pagi itu, boleh dibilang aku agak kepagian sih tiba di lokasi, meskipun memang lebih baik kepagian daripada kesiangan. Bahkan karena kepagian, kawasan pantai masih sepi dan gelap. Petugas penjual ticket juga belum datang, sehingga aku bebas melenggang masuk ke kawasan pantai tanpa membayar 😛

IMG_MSS02

Pantai Manggar Segara Sari memiliki bentangan pasir pantai yang lumayan luas. Ombaknya juga tidak ganas, sehingga aman bagi orang yang mau bermain air atau berenang di situ. Banyaknya orang yang ingin berenang di pantai itu dilihat sebagai peluang bisnis bagi beberapa orang yang cukup jeli. Mereka membuka usaha menyewakan pelampung. Pagi itu, ketika aku sedang mempersiapkan kameraku, aku melihat beberapa orang juga sudah sibuk menyiapkan berbagai bentuk pelampung untuk disewakan di lapak-lapak mereka yang terletak di bawah deretan pohon yang ada di sepanjang pantai.

IMG_MSS04

Dan ngomong-ngomong soal fasilitas, pantai ini sudah lumayan lengkap lho fasilitas publiknya. Selain lapangan parkir dan musholla, warung-warung yang menjajakan makanan dan minuman sudah tersedia di sana. Toilet dan kamar mandi untuk berbilas sehabis bermain air laut juga ada. Bahkan sarana olah raga airpun tersedia di sana.

Berdasarkan informasi yang aku dapatkan, pantai ini merupakan salah satu tujuan penduduk Balikpapan yang ingin bersantai di akhir pekan ataupun di hari-hari libur. Bahkan penduduk Samarinda juga banyak yang meluangkan waktu untuk berwisata di sana. Maka itu, janganlah heran kalau di akhir pekan atau di hari-hari libur pantai tersebut penuh orang.

IMG_MSS05

Untungnya aku ke sana bukan pada hari libur ataupun pada akhir pekan, selain itu aku datang pada saat pagi buta, sehingga suasana pantai masih sepi. Sayangnya keberuntunganku tidak berumur lama karena gerimis yang tiba-tiba turun dan meyebabkan aku terbirit-birit mencari tempat berteduh yang untungnya cukup banyak terdapat di pantai itu. Dan ketika gerimis mereda, langit di ufuk timur sudah memerah, tetapi cakrawala masih tertutup gumpalan awan hitam. Yah . . . gagal deh niat untuk menyaksikan munculnya sang bola raksasa dari balik kaki langit 😦

IMG_MSS07

Trus aku pulang? Jawabannya adalah tidak. Seperti biasa aku cukup bandel untuk tetap bertahan dan tetap berusaha menangkap apa yang tersaji apapun keadaannya. Dan foto-foto yang aku sajikan bersama postingan kali ini adalah hasil kebandelanku di pagi yang berawan itu 😛 .–

IMG_MSS13

IMG_MSS15

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , | 26 Comments

Soft trekking to the waterfalls

When my colleagues knew that I intended to go to Samarinda, the capital city of East Kalimantan Province in Indonesia, almost all of them asked me, “What do you want to see in there, there are nothing that you can see except the city itself and perhaps the sunset over the Mahakam River”

As usual, I always think that there must be a place which will make me interested in every corner of the world. I always want to proof to them that my opinion was right. And I thought the same about Samarinda and its surroundings. I believed that the area, for sure, had some interesting places.

So . . . in my second day there, I went out of town on purpose to look for any interesting places worth to visit. My aim was pretty landscapes and not museums nor historical buildings. My lungs need to be filled with fresh natural air and not with canned air :P. So . . off we went to the north part of the city, passed the city border to a village called Barambai in Sempaja Ujung area because I heard that there was a small waterfall in there; and nowadays, the waterfall became the main destination for local teenagers who want to spend their holiday time to camp.

IMG_BAR05

To reach the waterfall was quite easy. It need only about 15 minutes walk from the parking lot through an oil palm plantation, and then entering a forest.

IMG_BAR01

The waterfall itself was not big. The height was only about 2 to 3 meters and there was a pool at the base of the falls. Around the pools, there were stones that made the view quite pretty.

IMG_BAR06

Trees shaded the waterfall area, so it was quite cool and really comfortable to sit and relax in there. No wonder that many local teenagers choose the place to set their tent and spent their leisure time. When I was there, around 15 teenagers had already in there; and it was from them that I know that there was two other waterfalls deep in the forest but not too far from the one they used to spend their relax time.

IMG_BAR09

So after taking some pictures there, I started to walk on a dirt path deeper into the jungle. It was just a soft trekking since the track was quite flat. I needed another 15 minutes to reach the second waterfall. The path to reach the base of the second waterfall, however, was quite steep, but it was not too high.

IMG_BAR04

For me, the second waterfall and its surroundings were prettier than the first one. It was also higher. What do you think? Do you agree with me or not after you saw the pictures below?

IMG_BAR15

At that time, I decided not to continue my trek to the third waterfall because the third waterfall was even smaller than the first one and it was not worth to visit. At least that was the information I got from some people I met. So it was time for me to go back to Samarinda after I spent some time in the quieter atmosphere of the second waterfall, contemplating and enjoying the soft cool breeze while enjoying the pretty landscape.

To visit Barambai village was quite a challenge. It needed around one and half hour on a not so good road from Samarinda to the village, although the distance was only about 30 kilometres. The signs which could guide travellers to Barambai Village were pretty scarce, so travellers should ask the locals whenever they are in doubt to take a road every time they found a fork road or a cross road. Once travellers entering the village, there was a small sign on the right that marked the path to the waterfall which known as Barambai Waterfalls.

So . . . I was right that Samarinda also had a pretty destination aside of the city itself and the river that flowed through the city 🙂  .—

IMG_BAR11

Keterangan :

Ketika beberapa teman mengetahui kalau aku mau ke Samarinda, ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, mereka nggak bisa menutupi keheranannya.

“Ngapain elo kesana, di sana ngak ada yang bisa dilihat selain kotanya itu sendiri atau palingan lihat matahari terbenam dari tepian Mahakam”, itu komentar yang sering aku dengar.

Trus aku jadi batal ke Samarindanya? Ya nggaklah. Aku tetap berangkat, malah aku jadi seolah tertantang untuk menemukan tempat-tempat menarik di sana sehingga aku bisa tunjukan kalau perjalananku ke Samarinda juga tidak sia-sia.

Karena itu pulalah di hari kedua aku di Samarinda, aku sengaja jalan ke sebelah utara kota, melewati batas kota, trus meluncur di jalanan yang sebagian lumayan rusak sehingga diperlukan waktu sekitar satu setengah jam hanya untuk menempuh jarak sejauh kurang lebih 30 kilometer menuju ke daerah Sempaja Ujung, tepatnya ke Desa Barambai. Aku ke sana karena aku memperoleh info bahwa di sana terdapat sebuah air terjun yang belakangan ini lumayan nge-hits buat para remaja setempat untuk dijadikan tempat camping di tiap akhir pekan.

IMG_BAR07

Sepanjang perjalanan, karena minimnya rambu, aku jadi harus sering-sering bertanya kepada penduduk setempat, yang konyolnya kadang mereka juga nggak tahu dimana ada air terjun di Desa Berambai. Bahkan ada juga yang justru mengarahkan aku ke air terjun lain yang lokasinya tidak terlalu jauh dari situ. Tapi akhirnya GPS yang aku pergunakan membuahkan hasil. Eh GPS ini bukan GPS alat penentu lokasi berdasarkan satelit itu ya, GPS yang aku pergunakan merujuk pada “Gunakan Penduduk Setempat”, untuk bertanya tentunya 😛

Di suatu tempat aku melihat sebuah papan bertuliskan “Air Terjun Barambai” di sebelah kanan jalan. Papannya tidak terlalu besar, sehingga akan gampang terlewat kalau nggak hati-hati. Di dekat papan petunjuk itu terdapat sebuah lahan yang dipergunakan sebagai tempat parkir mobil dan motor pengunjung, yang ketika aku sampai di sana sudah terdapat beberapa buah motor yang terparkir rapi.

Beberapa pemuda yang baru tiba kembali setelah menghabiskan malam di sekitar air terjun menjadi sumber informasi bagi aku untuk mengetahui medan yang akan aku tempuh ke air terjun itu. Mereka mengatakan bahwa jalannya tidaklah berat. Cukup mengikuti jalan tanah di samping lahan parkir itu, menembus kebun sawit, dan sedikit masuk hutan maka aku akan sampai ke air terjun. Dan ketika aku mengikuti jalur yang mereka tunjukkan itu, dalam waktu kurang lebih 15 menit aku sudah sampai di air terjunnya.

IMG_BAR02

Air terjunnya sendiri tidaklah besar. Tingginya pun hanya berkisar antara 2 – 3 meter saja. Airnya yang cukup jernih mengalir mengikuti tebing batu dan akhirnya jatuh di sebuah kolam di dasarnya. Di sekitar kolam, terdapat banyak batu yang seolah-olah menjadi batas tepi kolam. Suasana di sekitarnya cukup sejuk. Sinar matahari tidak menyorot langsung karena terhalang rimbunnya pepohonan di sekitar air terjun. Tidaklah heran kalau suasana yang menyenangkan itu mengundang para remaja Samarinda untuk menikmati alam di sana.

IMG_BAR08

Setelah mengambil beberapa foto, aku memutuskan untuk meninggalkan air terjun tersebut dan masuk lebih jauh ke dalam hutan karena beberapa remaja di sana mengatakan bahwa masih ada air terjun lain di aliran sungai itu, dan letaknya pun tidak terlalu jauh dari situ.

Dan memang dengan trekking sedikit lebih jauh, aku menemukan air terjun kedua yang ternyata selain sedikit lebih tinggi juga nampak lebih indah kalau dibanding dengan air terjun yang pertama. Bagaimana menurut pendapat teman-teman setelah melihat foto di bawah ini? Setuju apa nggak kalau aku bilang air terjun kedua lebih indah dari yang pertama?

IMG_BAR16

IMG_BAR18

Nah . . trus gimana dengan air terjun yang ketiga? Sayangnya waktu itu aku tidak melanjutkan perjalananku menuju ke air terjun yang ketiga. Berdasarkan informasi yang aku terima, perjalanan ke air terjun ketiga sedikit lebih sulit tetapi keindahannya kurang, bahkan kalau dibandingkan dengan air terjun yang pertama sekalipun.

Meskipun demikian, aku masih bisa membuktikan bahwa Samarinda maupun daerah sekitarnya memang memiliki beberapa tempat yang cukup indah dan layak dikunjungi. Jadi perjalanan ku ke Samarinda memang tidak sia-sia kan? 🙂 .–

IMG_BAR17

IMG_BAR20

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , | 18 Comments

Beautiful mosque by the river

That afternoon, I had just entering Samarinda, the capital city of East Kalimantan Province, Indonesia, from the neighboring city called Balikpapan. When I passed the bridge that spanned over the Mahakam River, I saw a big and beautiful mosque with its domes and minaret gleamed under the yellowish afternoon sun. The locals said that the mosque was Samarinda’s Islamic Centre Mosque, which was also the second largest mosque in Indonesia after Istiqlal Mosque in Jakarta.

IMG_ICM01

The mosque was erected on a land that previously was a saw mill owned by a government company, which then been donated to East Kalimantan Province. It needed 7 years to build the beautiful mosque which was inaugurated in 2008.

IMG_ICM02

At a glimpse, the mosque looked like the Hagia Sophia in Istanbul, Turkey; but it also adopted the local culture. It has 7 minarets which consisted of one main minaret, four smaller minarets at every corner of the mosque and two minarets at the main gate. The main minaret was 99 meters high while the smaller minarets was not that high.

IMG_ICM03

I took these pictures from across the river while waiting for the sunset. Unfortunately I did not have enough time to take the picture from the other side of the mosque. I hope that I would have another chance to visit Samarinda and took pictures from there.—

Keterangan :

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki populasi pemeluk agama Islam terbesar di dunia, makanya tidaklah mengherankan jika pelancong dapat dengan mudah menemukan masjid di hampir seluruh pelosok negeri ini. Ada bermacam bentuk bangunan masjid yang pada gilirannya juga membuat masjid-masjid tersebut menjadi tujuan wisata religi yang peminatnya juga tidak bisa dibilang sedikit.

Dari sekian banyak masjid yang pernah aku kunjungi ataupun hanya sekedar melewatinya, kadang aku menemukan masjid-masjid yang indah dan besar, selain juga ada banyak yang unik. Nah . . dari antara sekian banyak yang menurut aku indah, adalah Masjid Islamic Centre di Samarinda.

IMG_ICM04

Pertama kali aku melihat masjid ini adalah ketika pada suatu sore aku mulai memasuki kota Samarinda dan mulai menyeberangi jembatan yang terbentang di atas Sungai Mahakam. Di kejauhan aku melihat sebuah bangunan yang sepintas mirip dengan Hagia Sophia di Istanbul, Turki. Segera aku meminta Pak Anto, yang mengantarku waktu itu, untuk lewat di depan bangunan masjid tersebut. Dan ketika kendaraan yang aku tumpangi melintas di depannya, keindahan masjid makin tampak nyata. Di halaman masjid yang tampak luas itu, tampak beberapa bus terparkir, mungkin waktu itu sedang ada rombongan yang kebetulan sedang memenuhi panggilan untuk menunaikan sholat, mengingat memang sudah waktunya. Aku memutuskan untuk tidak berhenti karena kuatir mengganggu kekhusukan mereka yang sedang bersembahyang di sana. Aku kemudian meminta Pak Anto untuk menuju ke seberang sungai, sehingga aku bisa mengabadikan kemegahan masjid yang merupakan masjid terbesar kedua di Indonesia setelah Masjid Istiqlal di Jakarta itu, dengan bentang Sungai Mahakam sebagai latar depannya.

IMG_ICM08

Setelah beberapa saat mencari-cari lokasi yang tepat, akhirnya aku menemukan sebuah gang sempit menembus sebuah perkampungan sederhana, dan gang tersebut membawa langkah kakiku ke tepian sungai, hampir berseberangan langsung dengan Masjid Islamic Centre. Kebetulan saat itu matahari sudah mulai condong ke barat. Sinarnya yang kekuningan menyiram kubah dan menara-menara masjid. Dan tidak lama kemudian ketika matahari makin condong ke barat, lampu-lampu di masjid itupun mulai dinyalakan sehingga menambah keindahannya.

IMG_ICM09

Masjid Islamic Centre Samarinda dibangun di atas tanah yang semula merupakan tempat penggergajian kayu milik PT Inhutani I yang kemudian dihibahkan kepada Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Mulai dibangun pada tahun 2001 dan butuh waktu selama tujuh tahun untuk menyelesaikan masjid yang megah ini. Bagaimana tidak bisa dibilang megah kalau selain kubah utamanya yang berukuran sangat besar, masjid ini juga memiliki tujuh buah menara. Menara utama masjid memiliki tinggi 99 meter sebagai simbolisasi Asmaul Husna. Di keempat sudut bangunan masjid juga terdapat menara-menara yang ukurannya lebih rendah dari menara utama. Dua menara lagi dibangun mengapit gerbang masuk masjid. Keenam menara selain menara utama itu merupakan simbolisasi keenam Rukun Iman.

IMG_ICM10

Sebetulnya agak menyesal juga sih kenapa ketika itu aku tidak menyempatkan diri masuk ke dalam masjid dan mengagumi keindahannya dari dalam. Yah mudah-mudahan masih ada kesempatan lain untuk berkunjung ke Samarinda, dan kalau ada kesempatan itu, aku pasti akan menyempatkan diri untuk mengagumi kemegahan masjid ini dari jarak yang lebih dekat atau bahkan dari dalamnya.

O ya, kebetulan aku posting kali ini bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, karena itu pada kesempatan ini, perkenankanlah aku juga mengucapkan:

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
1 SYAWAL 1437H
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

IMG_ICM11

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , | 27 Comments

Blog at WordPress.com.