Monthly Archives: August 2013

It is not easy to find heaven

I think almost everybody admits it. It is really not easy to find heaven, and it is more difficult to enter the place. There are so many conditions which should be fulfilled. But . . . enough is enough; I don’t want to post anything about morality nor people’s belief, especially which related to heaven or hell. The only relationship between the title and the content of my post is only the name “heaven” or surga in Bahasa Indonesia. Yes it is only a name of a place, a beach to be precise. This time, I just want to share about a beach in Lombok – Indonesia which called Pantai Surga. The name can be simply translated as the Heaven Beach.

IMG_PSG03

Well . . . as mentioned in the sayings, it is not easy to find heaven. It is also not easy to get to Pantai Surga. Extra efforts are needed to get to the beach. First thing first, the beach is located at the southern part of East Lombok, not too far from Pink Beach, so it will took about 2 hours drive from Mataram to a village called Ekas Buana. From the village to the beach there is only a narrow dirt road with bushes on both sides that sometimes concealing the road, and make many travelers think that the road ended at a dead end. Many crossings and side roads make the trip more frustating for the first-timer. What I did when I visited the place was asking and keep asking to the locals. Fortunately, after quite a long time and encountering many real dead ends, I came to a place that looked like another dead end. A massive wall with a big gate guarded by military looking men blocked my car, but it turned out that the gate was the entrance of Pantai Surga.

A walled beach? Yes, the beach bordered by a high stone wall because the place is actually a private beach in a resort area. Unfortunately, the resort looked deserted, at least that was what I saw when I visited the place. More than that, as not many people know about Pantai Surga, there were no other visitors on the beach at that time, except for my family.

IMG_PSG01

The beach itself is not too wide; there are high cliffs on either side of the beach that formed natural walls for the resort. In front of the resort’s main building visitors can find white sandy beach with calm sea water. Actually the waves on the area are quite big, but the reefs on the shore block the big waves and change them into ripples. There are also big rocks scattered below the cliffs which make the landscape more exotic. The sands among the big stones are also unique, the grains are quite big and look like peppers. In the distance, Mt. Agung on the neighboring Bali Island can be seen when the weather clear enough.

IMG_PSG04

In my opinion, Pantai Surga is a perfect spot for sunset lovers. Unfortunately the road to and from the place have to be seriously considered if travelers want to wait until the sun has setting. I didn’t see any lamps on the road, and it sure will be a problem for travelers who leave the place after dark. It will be better to leave the area while the sun is still shining and travelers can see the road clearly.–

IMG_PSG09

IMG_PSG07

Keterangan :

Gak gampang menemukan surga, apalagi memasukinya. Banyak syaratnya loh. Yah . . . hampir semua orang juga mengakuinya bukan? Eh . . memangnya kali ini postingannya ngebahas mengenai kehidupan beragama, koq ngomongin mengenai surga segala?

He he he . . . jangan kuatirlah, aku gak akan membahas soal begitu di sini karena aku sendiri juga masih harus belajar banyak mengenai hal-hal begitu. Satu-satunya hubungan isi postingan kali ini dengan surga hanyalah bahwa lokasi yang akan aku sajikan di sini kali ini bernama Pantai Surga.

IMG_PSG05

Nah . . . memangnya menemukan Pantai Surga ini juga gak gampang? Aku akui iya. Pertama-tama, karena posisi pantai ini di bagian selatan Kabupaten Lombok Timur, maka diperlukan waktu sekitar 2 jam berkendara dari Mataram untuk mencapai desa terdekat, yaitu Desa Ekas Buana. Lepas dari Desa Ekas Buana, kesulitan masih belum berakhir, karena letak pantainya tidak bisa dibilang dekat. Para pelancong harus tetap berkendara melalui jalan sempit yang belum beraspal, yang kalau hujan aku duga pasti licin. Jalan tersebut tertutup semak di kedua sisi jalannya, bahkan kadang-kadang gerumbulan tanaman itu sedemikian tebal, sehingga menutupi jalan, sehingga bagi yang belum  pernah kesana pasti berpikir bahwa jalan tersebut buntu. Banyaknya percabangan dan persimpangan juga menambah kadar kesulitan yang dihadapi. Yang aku lakukan waktu itu adalah dengan banyak bertanya kepada penduduk setempat kalau kebetulan bertemu. Dengan begitupun aku sempat beberapa kali harus memutar balik kendaraan, baik karena salah mengartikan petunjuk yang diberikan, atau arah yang ditunjukkan tidak tepat, atau juga karena jalan yang ditunjukkan ternyata tidak dapat dilalui mobil yang aku tumpangi.

Setelah hampir berputus asa juga karena hari yang sudah semakin sore dan daerah yang dilalui semakin lama semakin sepi, akhirnya mobil harus berhenti lagi karena jalannya terhalang dinding tembok dengan pintu gerbang yang dijaga oleh beberapa orang. Tetapi ternyata memang disitulah jalan masuk menuju ke pantai dan mobil harus diparkir di depan gerbang tersebut. Selidik punya selidik, akhirnya baru aku ketahui bahwa Pantai Surga sebetulnya merupakan pantai tertutup yang berada dalam kawasan sebuah resort. Sayangnya resort tersebut tampak dalam keadaan terbengkelai dan waktu itu tidak ada tamunya sama sekali. Beberapa orang yang aku temui di situ adalah karyawan yang dipercaya untuk menjaga bangunan resort yang sebetulnya cukup bagus itu. Dan karena terbengkelai itu, tidak ada satupun prasarana yang bisa dipergunakan. Bahkan sewaktu anakku minta ijin mau mempergunakan kamar kecil sajapun tidak bisa dengan alasan kamar kecilnya dikunci dan kuncinya tidak ada pada mereka. Sayang sekali 😦.

IMG_PSG02

Anyway, karena tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan pantai ini dan juga karena sulitnya jalan menuju ke situ, Pantai Surga relatif sepi. Sore itu aku sempat merasakan memiliki pantai pribadi karena tidak ada pengunjung lain selain aku dan keluargaku. Pantainya sendiri sih sebetulnya tidak terlalu lebar karena di bagian kanan dan kirinya dibentengi oleh bukit karang yang lumayan tinggi.

pepper-like sands

pepper-like sands (pasir merica)

Pasir pantainya yang putih masih relatif bersih dengan ombak yang relatif tenang. Sebetulnya ombak di daerah situ cukup besar, tetapi ombak tersebut sudah diubah menjadi riak-riak kecil oleh hamparan batu karang yang ada di pantainya.

Di bawah tebing, terserak batu-batu besar yang menambah keeksotikan pemandangan di sana. Apalagi kalau cuaca cukup cerah, para pelancong akan dapat melihat Gunung Agung yang berdiri dengan gagah menjaga Pulau Bali. Di sela-sela batu-batu besar yang berserakan itu, terdapat daerah yang pasirnya cukup unik, karena butirannya cukup besar dan berbentuk bola sehingga menyerupaki butiran-butiran merica. Orang sering menyebutnya sebagai pasir merica. Pasir seperti ini juga terdapat di Pantai Kuta dan di sebagian pantai Tanjung Aan.

IMG_PSG08

Menurut pendapatku, Pantai Surga adalah tempat yang tepat untuk menikmati momen-momen terbenamnya matahari. Hanya saja kondisi jalan yang masih belum beraspal dan tanpa penerangan jalan maupun petunjuk sedikitpun haruslah betul-betul dipertimbangkan oleh mereka yang memutuskan untuk menyaksikan matahari terbenam dari Pantai Surga. Sebaiknya sih pelancong meninggalkan daerah itu sebelum gelap daripada salah jalan. Aku sendiri waktu itu meninggalkan Pantai Surga sekitar pukul 16.30. Sebetulnya sayang juga mengingat sebentar lagi matahari sudah terbenam, tetapi dengan pertimbangan keamanan, aku memutuskan untuk melupakan keindahan panorama senja pada saat matahari terbenam di Pantai Surga  😦

IMG_PSG06

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , | 104 Comments

When I passed through a road by the sea

One day, when I was traveling around West Lombok District, I happened to come to a place called Sekotong. It is a small town with only one main road that stretched along a beautiful beach with its whitish sands bordering the sea. Almost all of Sekotong area is showing pretty natural landscape, while most of the inhabitants are still maintaining a simple life either as farmers, fishermen, or traditional salt makers. A few years ago, the area was known to have big gold deposit under its surrounding hills, and it made a big rush. Many people came to mine the gold traditionally and also considered illegally. Many have succeeded, but there were a lot that fail. Nowadays, it is become more difficult to find gold in the area, so . . . many mines have been closed or abandoned.

IMG_SKT02

Sekotong area is known as a “new” tourists destination. I saw some hotels and villas in there. It is a perfect place for travelers who like tranquil atmosphere since the area is less crowded than other previously known tourist areas such as Senggigi and Kuta.

Located at the south-west part of Lombok Island, the beach is facing north which enabling travelers to enjoy both sunrise and sunset from many spots on the beach. Off the shore, lies some small islands which have beautiful natural beaches and also beautiful underwater scenery. Some of the small islands, which known as ‘gili‘ in the local language, have villas or bungalows on them, while others are still remain uninhabited islands. The small islands names are Gili Nanggu, Gili Gede, Gili Sulat, Gili Poh, Gili Renggit, and Gili Layar.

IMG_SKT08

Sekotong can be reached in about 1.5 hours drive from Mataram. Once there, travelers can choose to stay in one of the hotels on the shore or in one of the villas on the islands. For travelers who have more adventurous spirit, they can spend a night or two in a tent on one of the uninhabited islands. If needed, travelers can buy their daily needs in a local traditional market or in small shops or kiosks that can easily found in the area.

IMG_SKT10

At that time, I only have time to pass through Sekotong main road. It was not enough to capture Sekotong’s beauty  :(. Perhaps I will spend more time in there if I visit Lombok again, so I will get enough time to explore the surrounding area as well as visiting the ‘gilis‘ off the shore of Sekotong  :).

 

Keterangan :

Sewaktu aku melewati daerah Lombok Barat dalam perjalananku di Pulau Lombok, tanpa aku sadari aku sudah sampai di Sekotong, sebuah kota kecil dengan hanya satu lajur jalan utama yang terbentang sepanjang pantainya yang dihiasi pasir putih. Sewaktu aku memandang berkeliling, harus aku akui bahwa hampir di seluruh daerah ini tersaji keindahan yang masih alami. Penduduknyapun masih menjalani kehidupan yang relatif sederhana sebagai petani, nelayan, ataupun pembuat garam tradisional. Beberapa tahun yang lalu, pernah ditemukan kandungan emas di bukit-bukit yang ada di sekitar Sekotong, sehingga hal itu menyebabkan demam emas. Banyak tambang dibuka secara liar dan dikerjakan secara tradisionil. Memang banyak yang berhasil, tetapi tidak sedikit juga yang gagal. Sekarang sih tampaknya tinggal segelintir orang saja yang masih mengusahakn tambang-tambang itu. Lebih banyak tambang yang sudah ditutup atau ditinggalkan begitu saja meninggalkan bopeng di wajah bumi Sekotong yang indah.

IMG_SKT04

Posisi Sekotong ada di sudut barat daya Pulau Lombok, dan pantainya menghadap ke arah uatara sehingga memungkinkan seseorang menikmati keindahan sunrise dan sunset dari beberapa lokasi di sana. Di lepas pantainya terdapat beberapa pulau kecil yang memiliki pantai-pantai indah yang masih perawan, sementara pemandangan bawah airnyapun cukup indah. Beberapa di antara pulau-pulau itu sudah memiliki bangunan berbentuk villa untuk menginap, bahkan di salah satu pulau itu ada juga resort yang sudah dikelola secara profesional. Meskipun demikian, ada pula pulau-pulau yang masih alami tanpa penghuni dan bangunan sama sekali. Pulau-pulau itu, seperti juga ditempat lain di lombok, dikenal dengan sebutan gili. Nah yang sudah cukup mengundang pelancong untuk datang antara lain Gili Nanggu, Gili Gede, Gili Sulat, Gili Poh, Gili Renggit, dan Gili Layar.

IMG_SKT09

Sekotong yang bisa dicapai dalam waktu sekitar 2 jam dengan bermobil dari Mataram, kini sudah bisa dikatakan merupakan tujuan wisata “baru”, khususnya bagi pelancong yang ingin menginap di tempat yang relatif tenang karena daerah ini tidak seramai pantai wisata lain yang sudah lebih dahulu terkenal seperti Senggigi dan Kuta. Di daerah Sekotong, pelancong yang datang bisa memilih untuk menginap di hotel ataupun homestay yang banyak terdapat di situ, atau bisa juga memilih untuk menginap di penginapan yang ada di pulau. Bahkan bagi yang berjiwa petualang, bisa saja menginap di tenda yang didirikan di salah satu pulau kosong yang berada di lepas pantai itu. Selama di Sekotong, pelancong dapat membeli kebutuhannya di pasar setempat ataupun di toko atau kios-kios kecil yang banyak terdapat di situ. Hanya saja rasanya aku tidak melihat adanya ATM di sekitar situ, jadi sebaiknya membawa uang tunai yang cukup untuk biaya hidup di sana selama kunjungan di Sekotong.

IMG_SKT11

Sayangnya waktu itu aku betul-betul cuma numpang lewat di Sekotong, sehingga tidak berkesempatan merekam keindahan Sekotong :(. Mudah-mudahan lain waktu aku masih berkesempatan datang lagi ke Lombok dan menginap di Sekotong supaya bisa puas menjelajah dan menikmati keindahan yang ada di daratan maupun di pulau-pulaunya.–

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , | 97 Comments

Thin natural water curtains in the wild

In my previous post, I’ve already told you about the Benang Setokel Waterfalls which is located in Aik Berik Village, Central Lombok. Well . . . for travelers who need more challenge, they can try to go further to the jungle and up to find another waterfall, or should I say waterfalls? Yes, I think I prefer use the term waterfalls because there are more than one falls in a location, although people consider all those falls as one waterfall which called Benang Kelambu Waterfall. As for the name, like I said before, ‘benang‘ can be translated as thread or yarn, and ‘kelambu‘ means a net that covering a bed which prevents people from being attacked by mosquitoes while they are sleeping. So Benang Kelambu can be translated as the yarn or thread to make a net.

IMG_BKL01

IMG_BKL02

The waterfalls got its name because the water of the falls is not falling over a cliff with its roaring sounds, it gushing through many hanging bushes instead; which in turn make falling water forms an array of threadlike streams that look like thin water curtains. The water then falls into some small ponds before flowing over the tip of the ponds to form a stream at the foot of the hill. There are more than one array of water curtain in the location.

The water source of the unique waterfalls is the Segara Anak, a volcanic lake located at the caldera of Mount Rinjani. The water falls from the height of 25 – 35 meters. As also like at the neighboring Benang Setokel Waterfalls, the temperature at Benang Kelambu is quite cool the year long. I even say that it is cooler than at Benang  Setokel, because Benang Kelambu position is in a valley that located above the previous waterfalls.

To come to Benang Kelambu Waterfalls, travelers have to use the same route as they use to go to Benang Setokel, and then about 50 meters before the pond of Benang Setokel, travelers should take a narrow but steep path up to a hill at the left of Benang Setokel. Once there, travelers can just follow a path through the forest, which in some parts have already been cemented. There are also stone steps to help travelers at some extreme slopes, especially at the location where travelers come down to the valley of the waterfalls. It takes about 30 – 60 minutes walk to reach the waterfalls.

There were not many people came to Benang Kelambu Waterfalls when I was there, perhaps the winding trek through the forest made them reluctant to enjoy the amazing view presented by nature  🙂 .–

IMG_BKL03

 

Keterangan :

Ingat kan kalau dalam postingan sebelum ini aku sudah sedikit bercerita mengenai Air terjun Benang Setokel yang terletak di Desa Aik Berik, Lombok tengah? Nah . . . di postingan ini aku mau cerita sedikit mengenai air terjun lain yang terletak tidak jauh dari Air Terjun Benang Setokel, cuma saja memang medan yang harus ditempuh untuk mencapainya lebih menantang karena harus berjalan melalui jalan setapak di tengah hutan yang cukup berliku dan juga berkontur naik turun.

IMG_BKL04

Air terjun kedua ini dikenal dengan nama Air Terjun Benang Kelambu. Air terjun ini cukup unik karena kita tidak akan mendengar suara gemuruh jatuhnya air di sana, melainkan hanya kesunyian yang ditingkah suara gemericik air yang akan kita temui. Lho koq bisa? 😯  Iya, di sana airnya tidak terjun dari ketinggian seperti halnya terdapat di air terjun-air terjun lain yang selama ini kita kenal, melainkan mengalir melalui kerimbunan semak tanaman Gambung sehingga jatuhnya membentuk tirai air yang tipis layaknya kelambu. Itu pula sebabnya mengapa air terjun ini dinamakan Air Terjun Benang Kelambu. Aliran air yang membentuk tirai air itu mengalir dari ketinggian sekitar 25 – 35 meter ke beberapa undakan yang berbentuk kolam dangkal, dimana air akan meluber membentuk air terjun kecil di tingkat bawahnya sehingga akhirnya membentuk aliran sungai kecil di kaki tebing.

Sebetulnya aku lebih suka menyebut air terjun ini sebagai kumpulan air terjun, meskipun orang lain tetap menganggapnya sebagai satu kesatuan air terjun saja. Hal ini karena begitu kita sampai di mulut lembah, di hadapan kita akan tampak tiga sampai empat tirai air tipis, sementara di sisi sebelah kiri kita juga terdapat beberapa air terjun kecil, belum lagi di tebing yang mengapit pintu masuk ke lembah dimana Air Terjun Benang Kelambu ini berlokasi, terdapat pula beberapa air terjun mini. Jadi . . . aku gak salah kan kalau menyebutnya sebagai kumpulan air terjun  😛

IMG_BKL06

IMG_BKL05

Udara di sekitar lokasi air terjun ini aku rasakan lebih sejuk jika dibanding dengan di Benang Setokel karena memang posisi Benang Kelambu ada di atas Benang Setokel. Jadi dari arah Benang Setokel, kalau mau ke Benang Kelambu kita harus memanjat tebing di arah kiri kedatangan kita. Posisi jalur untuk memanjat itu kira-kira berjarak sekitar 50 meter sebelum kolam di bawah Air Terjun Benang Setokel. Jalan untuk memanjat tebing ini cukup sempit dan lumayan curam, jadi memang kita harus berhati-hati, apalagi kalau kesana pada musim hujan, karena pasti jadi licin. Begitu kita sudah sampai di atas, kita akan dihadapkan pada jalan setapak yang akan membawa kita ke Benang Kelambu, jalan setapak yang di beberapa bagiannya sudah berlapis semen ini bisa kita tempuh dalam waktu antara 30 menit sampai 1 jam. Di mulut lembah, dimana jalannya menurun cukup curam, sudah dibuatkan undak-undakan dari batu untuk mempermudah para pelancong yang datang ke situ. Mungkin karena jalannya yang lumayan melelahkan ini, makanya pada saat aku berkunjung ke Benang Kelambu, suasananya relatif lebih sepi jika dibandingkan dengan di Benang Setokel  🙂 .–

IMG_BKL08

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , | 86 Comments

Create a free website or blog at WordPress.com.