I think almost everybody admits it. It is really not easy to find heaven, and it is more difficult to enter the place. There are so many conditions which should be fulfilled. But . . . enough is enough; I don’t want to post anything about morality nor people’s belief, especially which related to heaven or hell. The only relationship between the title and the content of my post is only the name “heaven” or surga in Bahasa Indonesia. Yes it is only a name of a place, a beach to be precise. This time, I just want to share about a beach in Lombok – Indonesia which called Pantai Surga. The name can be simply translated as the Heaven Beach.
Well . . . as mentioned in the sayings, it is not easy to find heaven. It is also not easy to get to Pantai Surga. Extra efforts are needed to get to the beach. First thing first, the beach is located at the southern part of East Lombok, not too far from Pink Beach, so it will took about 2 hours drive from Mataram to a village called Ekas Buana. From the village to the beach there is only a narrow dirt road with bushes on both sides that sometimes concealing the road, and make many travelers think that the road ended at a dead end. Many crossings and side roads make the trip more frustating for the first-timer. What I did when I visited the place was asking and keep asking to the locals. Fortunately, after quite a long time and encountering many real dead ends, I came to a place that looked like another dead end. A massive wall with a big gate guarded by military looking men blocked my car, but it turned out that the gate was the entrance of Pantai Surga.
A walled beach? Yes, the beach bordered by a high stone wall because the place is actually a private beach in a resort area. Unfortunately, the resort looked deserted, at least that was what I saw when I visited the place. More than that, as not many people know about Pantai Surga, there were no other visitors on the beach at that time, except for my family.
The beach itself is not too wide; there are high cliffs on either side of the beach that formed natural walls for the resort. In front of the resort’s main building visitors can find white sandy beach with calm sea water. Actually the waves on the area are quite big, but the reefs on the shore block the big waves and change them into ripples. There are also big rocks scattered below the cliffs which make the landscape more exotic. The sands among the big stones are also unique, the grains are quite big and look like peppers. In the distance, Mt. Agung on the neighboring Bali Island can be seen when the weather clear enough.
In my opinion, Pantai Surga is a perfect spot for sunset lovers. Unfortunately the road to and from the place have to be seriously considered if travelers want to wait until the sun has setting. I didn’t see any lamps on the road, and it sure will be a problem for travelers who leave the place after dark. It will be better to leave the area while the sun is still shining and travelers can see the road clearly.–
Keterangan :
Gak gampang menemukan surga, apalagi memasukinya. Banyak syaratnya loh. Yah . . . hampir semua orang juga mengakuinya bukan? Eh . . memangnya kali ini postingannya ngebahas mengenai kehidupan beragama, koq ngomongin mengenai surga segala?
He he he . . . jangan kuatirlah, aku gak akan membahas soal begitu di sini karena aku sendiri juga masih harus belajar banyak mengenai hal-hal begitu. Satu-satunya hubungan isi postingan kali ini dengan surga hanyalah bahwa lokasi yang akan aku sajikan di sini kali ini bernama Pantai Surga.
Nah . . . memangnya menemukan Pantai Surga ini juga gak gampang? Aku akui iya. Pertama-tama, karena posisi pantai ini di bagian selatan Kabupaten Lombok Timur, maka diperlukan waktu sekitar 2 jam berkendara dari Mataram untuk mencapai desa terdekat, yaitu Desa Ekas Buana. Lepas dari Desa Ekas Buana, kesulitan masih belum berakhir, karena letak pantainya tidak bisa dibilang dekat. Para pelancong harus tetap berkendara melalui jalan sempit yang belum beraspal, yang kalau hujan aku duga pasti licin. Jalan tersebut tertutup semak di kedua sisi jalannya, bahkan kadang-kadang gerumbulan tanaman itu sedemikian tebal, sehingga menutupi jalan, sehingga bagi yang belum pernah kesana pasti berpikir bahwa jalan tersebut buntu. Banyaknya percabangan dan persimpangan juga menambah kadar kesulitan yang dihadapi. Yang aku lakukan waktu itu adalah dengan banyak bertanya kepada penduduk setempat kalau kebetulan bertemu. Dengan begitupun aku sempat beberapa kali harus memutar balik kendaraan, baik karena salah mengartikan petunjuk yang diberikan, atau arah yang ditunjukkan tidak tepat, atau juga karena jalan yang ditunjukkan ternyata tidak dapat dilalui mobil yang aku tumpangi.
Setelah hampir berputus asa juga karena hari yang sudah semakin sore dan daerah yang dilalui semakin lama semakin sepi, akhirnya mobil harus berhenti lagi karena jalannya terhalang dinding tembok dengan pintu gerbang yang dijaga oleh beberapa orang. Tetapi ternyata memang disitulah jalan masuk menuju ke pantai dan mobil harus diparkir di depan gerbang tersebut. Selidik punya selidik, akhirnya baru aku ketahui bahwa Pantai Surga sebetulnya merupakan pantai tertutup yang berada dalam kawasan sebuah resort. Sayangnya resort tersebut tampak dalam keadaan terbengkelai dan waktu itu tidak ada tamunya sama sekali. Beberapa orang yang aku temui di situ adalah karyawan yang dipercaya untuk menjaga bangunan resort yang sebetulnya cukup bagus itu. Dan karena terbengkelai itu, tidak ada satupun prasarana yang bisa dipergunakan. Bahkan sewaktu anakku minta ijin mau mempergunakan kamar kecil sajapun tidak bisa dengan alasan kamar kecilnya dikunci dan kuncinya tidak ada pada mereka. Sayang sekali 😦.
Anyway, karena tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan pantai ini dan juga karena sulitnya jalan menuju ke situ, Pantai Surga relatif sepi. Sore itu aku sempat merasakan memiliki pantai pribadi karena tidak ada pengunjung lain selain aku dan keluargaku. Pantainya sendiri sih sebetulnya tidak terlalu lebar karena di bagian kanan dan kirinya dibentengi oleh bukit karang yang lumayan tinggi.
Pasir pantainya yang putih masih relatif bersih dengan ombak yang relatif tenang. Sebetulnya ombak di daerah situ cukup besar, tetapi ombak tersebut sudah diubah menjadi riak-riak kecil oleh hamparan batu karang yang ada di pantainya.
Di bawah tebing, terserak batu-batu besar yang menambah keeksotikan pemandangan di sana. Apalagi kalau cuaca cukup cerah, para pelancong akan dapat melihat Gunung Agung yang berdiri dengan gagah menjaga Pulau Bali. Di sela-sela batu-batu besar yang berserakan itu, terdapat daerah yang pasirnya cukup unik, karena butirannya cukup besar dan berbentuk bola sehingga menyerupaki butiran-butiran merica. Orang sering menyebutnya sebagai pasir merica. Pasir seperti ini juga terdapat di Pantai Kuta dan di sebagian pantai Tanjung Aan.
Menurut pendapatku, Pantai Surga adalah tempat yang tepat untuk menikmati momen-momen terbenamnya matahari. Hanya saja kondisi jalan yang masih belum beraspal dan tanpa penerangan jalan maupun petunjuk sedikitpun haruslah betul-betul dipertimbangkan oleh mereka yang memutuskan untuk menyaksikan matahari terbenam dari Pantai Surga. Sebaiknya sih pelancong meninggalkan daerah itu sebelum gelap daripada salah jalan. Aku sendiri waktu itu meninggalkan Pantai Surga sekitar pukul 16.30. Sebetulnya sayang juga mengingat sebentar lagi matahari sudah terbenam, tetapi dengan pertimbangan keamanan, aku memutuskan untuk melupakan keindahan panorama senja pada saat matahari terbenam di Pantai Surga 😦