Monthly Archives: June 2016

Sunset over the city port

That afternoon, I was on my trip back to Kendari, the capital city of South East Sulawesi Province, Indonesia. I was rather in a bad mood; my intention to capture a nice sunset moment from Purirano Beach should be cancelled because the place was not in such a condition as I expected.

Nobody talked that time. The gloomy atmosphere was in the car along the way, until suddenly I saw an opening when the car entering the city through the main road by the sea. I saw the sun was ready to set with red colored sky as the background, clearly.

IMG_POK01

Well . . . I could not stand for not to stop. Soon, my friend and I were already forgotten our bad mood as we found a much better place to enjoy sunset without anything that prevented our view to the setting sun as there in Purirano Beach.

And as Kendari was a waterfront city facing to the west, to the Bay of Kendari, no wonder that Kendari had many places which could be used to enjoy sunset. Along the beach road which was also one of the city main road, there was a long low brick wall that usually been used by the locals to sit and wait for the sunset. My friend and I were also did the same with the locals, sat on top of the low brick wall at the road side facing the sea to enjoy the show provided by nature, sunset over the city port.

The pictures below were taken from the road side where my friend and I stop on our way back to our hotel in Kendari. I share them here so you can also enjoy what I saw at that time. But . . . believe me, it would be more awe-inspiring if you enjoy the nature show directly 🙂  .—

IMG_POK02

IMG_POK03

IMG_POK04

IMG_POK05

IMG_POK06

IMG_POK07

IMG_POK08

IMG_POK09

IMG_POK10

IMG_POK11

IMG_POK12

IMG_POK13

Keterangan :

Sore itu aku berdua dengan partner jalanku sedang dalam perjalanan kembali ke Kendari, sebuah kota yang menjadi ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara. Jujur, aku agak kesel ketika itu. Bagaimana tidak, rencana semula akan mengambil moment terbenamnya matahari dari Pantai Purirano, tapi ternyata harus dibatalkan hanya gara-gara salah informasi dan kondisi pantai yang tidak seperti yang diharapkan. Sepanjang perjalanan baik aku maupun partner jalanku sama-sama diam. Suasana jadi nggak enak di dalam mobil yang tetap melaju kencang.

Suasana di dalam kendaraan sontak berubah ketika mobil yang aku tumpangi mulai memasuki Kota Kendari dari arah selatan; di kiri jalan raya terdapat pantai terbuka dan aku dengan jelas melihat sang surya sudah bersiap-siap kembali ke peraduannya berlatarkan langit yang mulai memerah. Dan yang membuat aku tak tahan untuk segera berhenti adalah pemandangannya tidak terhalang apapun. Kapal-kapal besar yang sandar tidak jauh dari situ malah menjadi latar depan yang mempercantik keindahan yang tersaji.

Ya maklumlah, Kendari kan sebuah kota pelabuhan yang terletak di cekungan Teluk Kendari. Kota ini praktis menghadap ke barat, sehingga menjadikan tepian jalan raya yang langsung berbatasan dengan laut menjadi tempat yang paling pas buat menikmati saat-saat terbenamnya sang matahari.

IMG_POK14

Sore itu banyak juga penduduk setempat yang menantikan terbenamnya sang surya dengan duduk-duduk di atas tembok rendah yang terbentang di sepanjang tepi jalan. Tembok rendah itu seolah sebagai pembatas antara daratan dengan laut karena di balik tembok tersebut tidak ada lagi daratan, melainkan langsung laut Teluk Kendari. Keberadaan beberapa kapal besar yang sedang sandar di dekat situ menunjukkan bahwa Pelabuhan Kendari tidak jauh dari situ.

Foto-foto yang aku sertakan dalam postingan kali ini aku ambil di salah satu sisi pelabuhan, aku dan partner jalanku ikutan nangkring di atas tembok rendah yang ada di situ, sama seperti banyak orang lain yang sengaja ke situ untuk menikmati pertunjukan spektakuler yang disajikan alam. Pertunjukan yang selalu berulang tiap hari tapi tidak pernah membosankan, apalagi kalau bisa melihatnya secara langsung 🙂 .–

IMG_POK15

IMG_POK16

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 10 Comments

Off we went for an islands hoping trip

IMG_PLS01

South East Sulawesi Province in Indonesia, not only had many pretty beaches along its coastal line, it had also many beautiful islands and islets as well as pretty underwater scenery around those islands. Some of the islands had already been developed to be tourist spots and equipped with hotels and resorts. Many other, however, were still in their natural condition.

In one of few days in Kendari, I got a chance to visit and to wander around on one and stopped by on another small island located off the coastal line of South Konawe District. The two islands were barely developed although the two had already become favorite destinations for the locals to spend their leisure time, nowadays. Most of them who visit the two islands were teenagers.

To reach the islands, travelers should rent a car or motorcycle in Kendari, since there were no public transports serving the area. It took about one hour drive from Kendari to the east to reach a place that had been used as a starting point to reach the islands. It was a simple wooden house on the left side of the road if travelers came from Kendari. The owner of the house was a fisherman family who also rented their boat for travelers who want to visit the islands.

IMG_PLS02

I set off from a simple wooden port in the morning. The first island I visited was Pulau Lara (Lara Island), a small uninhabited island located about 30 minutes off the shore by a relatively small boat.
I was there at low tide, so it was quite difficult to land on the island because the boat were stranded in shallow water around Pulau Lara. Even when the boat reached the wooden pier on the island, the pier looked too high for us to land. The boat owner should prepare a simple ladder so that we could reach the pier 😛

IMG_PLS03

In one part, the island had a sandy beach with its white sands covering the beach area. The water was crystal clear so travelers actually did not need to dive or to do snorkeling to enjoy the underwater pretty seascape, especially when it was at low tide like when I was there.

IMG_PLS04

The other part was a coral beach. Unique shaped corrals were occupied the beach area. It seemed that on high tide, the corals would be back underwater.

IMG_PLS05

On the far side of the island, there were small sandy beaches surrounding by cliffs. On high tide, I believed that the beach on that side of the island would vanish and the waves would splash directly to the cliffs.

IMG_PLS08

After about one hour exploring the island and feel like the owner of the island since no other people on it except my travel partner, the boat owner and myself; we went back to the boat to continue our trip to another small island nearby.

IMG_PLS07

The next island was also an uninhabited island and known as Pulau Senja (Senja Island). And not like Pulau Lara which was still in its natural condition; Pulau Senja was a little bit different. There were some simple stalls which had been settled on the beach. It seemed that on holidays, when many people came to the island, there were people sold local snacks and refreshments.

IMG_PLS09

Unfortunately I did not have enough time to explore the island, because I had to go back to Kendari to catch my flight back to Jakarta. At that time, I was just hoping that all people who visited the two islands could keep the islands clean so their beauty could shine for long and in turn, when many people came to the islands, the quality of living of the locals on the mainland close to the islands could increase.—

IMG_PLS10

IMG_PLS11

Keterangan :

Propinsi Sulawesi Tenggara selain memiliki banyak pantai yang indah, juga memiliki pulau-pulau kecil yang tidak kalah cantiknya. Pemandangan di bawah airnya pun indah, apalagi ditunjang dengan air laut yang sejernih air dalam kemasan :P. Beberapa di antara pulau-pulau itu sudah dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata, bahkan sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang yang cukup modern. Meskipun demikian, masih ada beberapa pulau kecil yang masih alami dan belum tersentuh pembangunan sama sekali.

Ketika aku berkunjung ke Kendari, aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke dua pulau kecil yang terletak di lepas pantai Kabupaten Konawe Selatan. Kedua pulau itu aku pilih karena kondisinya yang relatif masih alami meskipun akhir-akhir ini kedua pulau itu sudah menjadi tempat wisata favorit remaja setempat.

Untuk menuju ke dua pulau itu, para pelancong terlebih dahulu harus menyewa perahu nelayan setempat. Memang sampai ketika itu belum ada tempat penyeberangan resmi. Mereka yang mau menyeberang biasanya mendatangi sebuah kampung nelayan yang bisa dicapai dengan berkendara selama kurang lebih satu jam dari Kendari. Di sebelah kiri jalan, pelancong akan menemukan petunjuk bertuliskan “Penyeberangan ke Pulau Senja”. Di situ terdapat sebuah rumah sederhana yang di sampingnya terdapat jalan dari kayu yang menjorok ke laut dan sekaligus berfungsi sebagai dermaga. Ketika itu aku menyewa perahu dari si pemilik rumah untuk menyeberang.

IMG_PLS12

Setelah cukup lama berkutat dengan perahu yang kandas karena surutnya air laut, akhirnya aku dan teman seperjalananku bisa juga memulai perjalanan ke Pulau Lara, sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni dan bisa dicapai dalam waktu setengah jam dari dermaga dalam kondisi laut cukup tenang.

IMG_PLS13

Dan karena air laut yang masih surut, ketika itu waktu yang diperlukan untuk bisa membuang sauh di Pulau Lara jadi lebih lama. Bagaimana tidak, si bapak pemilik perahu harus mencari celah yang cukup dalam sehingga kapal yang aku tumpangi itu bisa merapat ke dermaga kayu yang ada di pulau itu. Itupun ketika akhirnya berhasil merapat, perahunya bukan merapat di dermaga melainkan di kaki dermaga. Alhasil aku dan teman seperjalananku harus memanjat untuk mencapai dermaga, karena kalau memilih mencebur ke laut, kedalaman air di situ masih lumayan selain juga karang yang ada di dasarnya tajam-tajam.

IMG_PLS14

Pulau Lara merupakan sebuah pulau kecil yang relatif masih alami, di satu sisi pulau ini memiliki bibir pantai yang tertutup pasir putih nan lembut sementara tidak jauh dari pantai berpasir putih itu, ada pantai berbatu karang yang dipenuhi koral hidup. Menurut perkiraanku, bagian pantai yang tertutup koral hidup itu akan berada dibawah permukaan air laut pada saat air pasang.

IMG_PLS15

IMG_PLS16

Di bagian tengah pulau terdapat bukit karang yang tidak terlalu tinggi. Bukit karang itu melebar ke satu sisi pulau sehingga membentuk tebing-tebing karang yang menjulang tinggi, yang mengapit cerukan berupa pantai-pantai berpasir putih yang sempit. Pantai-pantai sempit ini juga akan lenyap ketika air pasang naik, sehingga di sisi tersebut Pulau Lara seolah dibentengi dengan bentangan dinding karang yang kokoh.

IMG_PLS18

Aku sempat merasakan memiliki sebuah pulau pribadi di Pulau Lara ini. Bagaimana tidak, ketika aku ke sana, nggak ada pengunjung lain di pulau kosong itu sehingga aku bebas menjelajah dan mengambil foto di sebagian besar wilayah pulau itu.

IMG_PLS17

Tak terasa satu jam sudah berlalu, sehingga aku dan teman seperjalananku memutuskan untuk kembali ke kapal dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Senja yang terletak dekat dengan Pulau Lara ini. Hanya berperahu sekitar 15 menit dan kapal sudah mendarat di kelembutan pasir putih Pulau Senja.

Meskipun sama-sama merupakan pulau tak berpenghuni, ada sedikit perbedaan kondisi Pulau Lara dengan Pulau Senja. Jika Pulau Lara betul-betul masih apa adanya, maka di Pulau Senja sudah didirikan beberapa lapak sederhana. Rupanya pada akhir pekan dan hari-hari libur, dimana banyak pengunjung yang datang ke Pulau Senja, ada beberapa orang yang menggelar dagangannya di sana. Kelihatannya sih mereka berdagang makanan ringan dan minuman.

IMG_PLS19

Sayangnya waktuku ketika itu sangat terbatas, apalagi sudah terbuang cukup banyak untuk usaha melepaskan kapal yang kandas di pasir sebelum berangkat tadi. Maka itu, aku dan teman seperjalananku belum sempat menjelajah Pulau Senja, bahkan belum sempat juga untuk sekedar naik ke bukit karang di tepi pantai yang menjadi spot foto menarik di sana. Yah aku sih cuma berharap bahwa suatu ketika aku masih berkesempatan untuk kembali lagi ke sana. Aku juga berharap bahwa para pengunjung yang datang ke kedua pulau itu masih bisa menjaga lingkungan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan dan mencorat-coret atau merusak lingkungan sekitar, sehingga keindahan alam di Pulau Lara, Pulau Senja, maupun perairan di sekitar kedua pulau itu tetap terjaga dan lestari.–

IMG_PLS06

IMG_PLS20

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 30 Comments

The sound of a “gong” at the beach

Like I said before, South East Sulawesi Province in Indonesia had many beaches that located not too far from Kendari, the capital of the province. By this post, I took you along with me to another beach not too far from Kendari, since it was only 15 kilometers away. The beach was known as Batu Gong Beach.

IMG_BTG04

The name was derived from two Bahasa Indonesia words; “batu” that could be translated as stone or rock and “gong” which was a terminology used to call a Javanese traditional musical instrument. The name was given to the beach as there was a stone cliff which was continuously beaten by the waves which after a very long time, made the cliff eroded, and formed a shallow cave. From time to time, when a big wave slammed into the cave, a gong-like sound would be heard. Hence the locals call the beach as “Batu Gong”.

IMG_BTG10

The beach was located in Soropia District, Konawe County in South East Sulawesi Province. It was facing the Banda Sea and bordered by Nipanipa Mountain Range. The beach was already equipped with many gazebos that could be used by travelers when they spent their time at the beach. Other public utilities, such as toilets, parking lots and many simple stalls that sold snacks and refreshments, could also be found in there.

IMG_BTG01

When I was visiting the beach, I found the condition of the beach was quite dirty. Sea garbage was swooped to the beach by the waves, and remained there without anybody attempted to clean it. Some of the gazebos were also need repair in some parts. There were also some simple fishing boats tied at the shore close to the cliff while the fishermen were chatting to each other in some groups under a simple hut, close by. The problem was, the ropes that tied the boats could easily strain when the boat moving away from the beach because of the waves, and it could make somebody tripped and fell.

IMG_BTG11

To reach the beach was quite easy, since there were public transports serving the area. The road from Kendari to the beach was also quite good. That was why the beach area was quite crowded by locals at week-end and holiday.

Hope that the local government could maintain the beach area better so it will become one of the best tourist destinations in the region. The uniqueness of the beach which its gong-like sound every time the waves slammed to the rock, and many trees grew on the shore which in turn made the beach area not too hot, would surely attract many people to spend their time at Batu Gong Beach in their leisure time.—

IMG_BTG03

IMG_BTG12

Keterangan :

Seperti sudah aku sebutkan dalam postinganku sebelumnya, Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki banyak pantai yang bisa dijadikan tempat wisata yang lokasinya tidak terlalu jauh dari ibu kota propinsi itu, yaitu Kendari. Di postinganku kali ini, aku akan mengajak para pengunjung blog-ku ini ke sebuah pantai yang hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari Kendari dan dikenal dengan nama Pantai Batu Gong.

IMG_BTG02

Nama pantai yang terkesan unik ini tentu ada penyebabnya. Di bagian selatan pantai ini berdiri sebuah tebing batu yang terus menerus dihajar hempasan gelombang. Setelah melalui waktu yang cukup lama, mungkin berbilang ratusan tahun, akhirnya dinding batu yang keras itupun membentuk sebuah ceruk.

Nah . . . dengan adanya ceruk ini, sekarang tiap kali ombak menghempas dinding itu, maka akan timbul suara yang mirip suara gong ditabuh. Itulah asal mula pantai ini disebut sebagai Pantai Batu Gong.

IMG_BTG09

Pantai ini terletak di sebelah utara kota Kendari, tepatnya di Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe. Pantai Batu Gong menghadap ke Laut Banda yang terkenal sebagai salah satu laut yang terdalam di dunia. Sisi lain pantai ini, di kejauhan, dibentengi oleh Pegunungan Nipanipa. Di pantai ini para pelancong tidak perlu khawatir mencari fasilitas umum, karena Pantai Batu Gong sudah dilengkapi dengan jajaran pondokan yang bisa dipakai sebagai tempat bersantai, juga sudah tersedia lahan parkir yang cukup luas, toilet, dan juga warung-warung sederhana yang menjual makanan ringan dan minuman.

IMG_BTG05

Sayangnya kondisi Pantai Batu Gong tidak bisa dibilang bersih. Ketika aku ke sana, di bibir pantai aku menemukan tumpukan sampah yang terbawa arus laut dan dimuntahkan ke pantai. Tidak hanya sampah yang berupa dedaunan atau rumput laut; plastik, botol dan bekas kemasan makanan pun terlihat di sepanjang pantai tanpa ada petugas yang membersihkannya. Beberapa pondokan juga aku lihat perlu diperbaiki, meskipun kalau dilihat dari kejauhan tampak bagus dengan catnya yang biru terang. Tali penambat perahu-perahu nelayan yang ada di bibir pantai dekat dengan tebing juga kadang membuat pelancong yang tidak hati-hati terjerambab karena kakinya tersangkut tali yang tiba-tiba menegang karena perahu yang terikat di tali itu tertarik ombak.

Mudah-mudahan saja pihak-pihak yang berkepentingan dapat lebih menjaga kebersihan pantai ini. Bagaimanapun, dengan keunikan berupa suara mirip gong yang dipukul tiap kali ombak menghempas tebing karang, juga dengan adanya pepohonan di sepanjang bibir pantai yang membuat kawasan pantai tidak panas meskipun di tengah hari bolong, ditambah lagi dengan kemudahan transportasi umum untuk mencapai Pantai Batu Gong ini, aku yakin pantai ini bisa berkembang menjadi salah satu tujuan wisata yang bisa diandalkan oleh daerah itu.–

IMG_BTG13

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 12 Comments

Blog at WordPress.com.