That morning was not an ordinary morning for Ratenggaro area. Although the sun was shone so bright and the air was so hot, people were seen everywhere. The usually empty area was looked so crowded; not only of the locals but of many visitors and travelers alike. And I could be considered as one among them; I came to the area on that special morning on purpose, ignoring the scorching morning sun and the billowing dust which made some people coughing.
Was there any special event in the area?
Yes, that day was the day of Pasola in the area. (I’ll tell you about Pasola in my next post)
And as I came too early, and I did not want to wait before the arena, I decided to go to the beach which was located about 200 meters from the arena.
The beach was also looked so crowded. I have to cancel my plan to capture the ancient stone tombs on the shore with the sea as the background because of many people gather around the tombs. Fortunately I had already got some pictures of the ancient tombs in my first visit to the beach some two years ago, and for you who want to see the pictures, you can find those pictures in here.
Because of the beach condition, I switched my attention from the tombs to the tall roofs of some traditional houses across the estuary of Waiha River and also to the rocky shore of Ratenggaro Beach where fewer people were seen.
Well I don’t want to write too long about the beach which could be reached in about 90 minutes drive from Tambolaka through a relatively good road; more than that I’ve already wrote about the beach in one of my earlier posts years ago. I did not find any significant changes either which I should mention in here. Now, I just want to share the pretty landscape of the beach that always inviting many travelers to come and admire its beauty.
Believe me; the pictures I put in here could not capture all the beauty of the beach. So . . why not come and see by yourself? 🙂
Keterangan :
Pagi di pertengahan bulan Maret 2017 itu tampak berbeda di sekitar Desa Umbu Ngedo, Ratenggaro. Meskipun matahari memancarkan sinarnya dengan cukup kuat dan menyebabkan suhu udara cukup gerah, daerah yang biasanya sepi itu kelihatan ramai. Jalanan yang biasanya lengang pun menjadi macet. Jelas tampak bahwa mereka yang berlalu lalang dan memenuhi daerah itu bukan hanya penduduk lokal, banyak juga pelancong dan pengunjung yang datang dari daerah lain, bahkan dari tempat yang berada di ujung lain negeri ini; tampak dari penampilan dan logat bicaranya yang berbeda dari penduduk setempat. Ya . . rasanya aku juga bisa masuk ke kategori mereka yang datang dari jauh dan ikut memadati daerah itu sih 😛
Memangnya ada acara apa sih koq di situ rame banget ketika itu?
Mau tahu? Ok, aku kasih tahu ya, hari itu adalah hari diselenggarakannya Pasola di Maliti Bondo Ate; sebuah ritual tahunan yang selalu berhasil menarik banyak pelancong untuk menyaksikannya. (sstt . . . aku bocorin nih, di postingan setelah ini, aku mau nulis tentang tradisi Pasola. Mudah-mudahan bisa aku upload minggu depan ya)
Dan karena ketika itu aku bisa dibilang datang kepagian, aku memutuskan untuk berjalan melewati arena Pasola langsung menuju ke pantainya.Nggak jauh koq, paling sekitar 200 meteran lah . .
Tujuan semula sih pengen motret kubur batu tua yang ada di pantai dengan latar belakang birunya laut berbatas pantai, tapi sayangnya kondisi pantai yang terlalu penuh orang nggak memungkinkan aku untuk merealisasikan tujuanku itu. Bahkan di sekitar kubur batu yang tertua dan terbesar, yaitu kubur milik Rato Pati Leko, orang-orang berkerumun menyebabkan kubur Sang Rato praktis tidak tampak.
Aku kemudian mengalihkan perhatianku ke arah Desa Umbu Ngedo yang kalau dilihat dari arah pantai berada di seberang muara sungai Waiha. Pemandangan yang unik dan indah karena atap rumah-rumah di sana yang menjulang tinggi bak menara itu.
Setelah itu, aku langsung menuju pantai di bagian yang berkarang, yaitu di arah barat. Di sana masih ada juga sih hamparan pasir seperti di bagian timur pantai, tapi nggak terlalu luas. Sengaja aku berjalan menjauh untuk mencari tempat yang masih cukup indah tapi nggak terlalu banyak orang.
Di tempat itu, aku sempat melihat sekelompok anak kecil yang asyik bermain air dan berkejaran dengan lidah-lidah ombak yang tak hentinya menjilat bibir pantai di sana. Ah indahnya masa-masa ketika pikiran belum terbebani dengan berbagai persoalan hidup 😎
Well . . . kali ini aku nggak akan nulis terlalu panjang karena praktis aku belum dapat informasi baru mengenai daerah ini sejak tulisanku dua tahun lalu mengenai Ratenggaro yang bisa dilihat di sini. Hanya foto-foto yang aku ambil dari sudut yang berbeda dengan sudut pengambilan foto-fotoku di postingan terdahulu yang bisa aku sajikan di postingan kali ini.
Percayalah, apa yang aku sajikan dalam foto-foto yang aku sertakan di sini sama sekali belum berhasil menangkap keindahan Pantai Ratenggaro yang selalu mengundang datangnya para pelancong karena keindahannya. Kalau nggak percaya, yuk ke Ratenggaro buat lihat sendiri gimana keindahannya 🙂