Monthly Archives: June 2015

A tranquil beach to relax

One of so many beaches in Buton which became a main tourist destination was a beach called Lakeba. The beach was located quite close from Baubau, the main city on the island. Although it was quite close, when I was there, the beach was quite empty. I just found dogs playing at the beach.

IMG_LAK03

I wonder why it was so deserted, whereas the beach itself was pretty clean and the sea-water was quite clear. There was also a roofed wooden pier that looked like a gazebo which connected to the beach by a concrete bridge.

IMG_LAK01

After a short conversation with somebody in the cafe, I found out that there was no public transports covering the area from Baubau. Well . . perhaps that was one of the main reason.

Hey, did you saiy that you talk to somebody in a cafe?

Yes, at the beach, there were some cafes and restaurants. I happened to stop by at one of the cafes which bore the same name as the beach itself, Lakeba Cafe. It served many kind of foods, Western, Chinese and also Indonesian foods. For them who want to stay close to the beach, there were also some simple hotels nearby.

IMG_LAK04

Travelers would also enjoy strolling bare-footed along the clean white sandy beach under rows of coconut trees. The tranquil surrounding was perfect for them who ran away from the hustle bustle of a big town.

IMG_LAK02

Well . . hope that the beach will always clean, so it will be an ideal place for relaxing, contemplating while enjoying the soft breeze caressing our body 🙂 .–

IMG_LAK11

 

Keterangan :

Dari sekian banyak pantai yang ada di Pulau Buton, Pantai Lakeba yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Baubau nampaknya merupakan satu-satunya pantai yang terawat dengan baik. Meskipun demikian, ketika aku ke sana, praktis aku tidak menjumpai pengunjung lain. Yang aku temukan malah tiga ekor anjing yang ramah, yang asyik berkejaran di sepanjang bibir pantai.

IMG_LAK05

Sebetulnya aneh juga ada pantai yang memiliki pemandangan cukup indah, bersih tanpa sampah, dengan air yang cukup jernih dan ombak yang hanya berupa alun, tetapi sepi pengunjung. Keindahan pemandangan Pantai Lakeba bahkan semakin lengkap dengan adanya sebuah dermaga yang menjorok ke laut mirip dengan sebuah gazebo yang didirikan di atas laut.

IMG_LAK09

Rasa penasaranku sedikit terjawab ketika aku bercakap-cakap dengan salah seorang pegawai café di situ. Menurutnya, tidak ada angkutan umum yang melayani rute dari Baubau sampai ke Pantai Lakeba. Jadi orang yang ingin berkunjung ke pantai itu haruslah menyewa kendaraan ataupun mempergunakan jasa ojek dari Baubau.

Eh . . nggak salah tuh ada café di situ? Apa saja sajiannya?

Iya, nggak salah koq. Di sepanjang tepi pantai itu banyak terdapat café dan juga restoran yang menyajikan berbagai jenis masakan; mulai masakan barat, masakan Cina, dan tentunya juga masakan Indonesia. Buat pelancong yang ingin menghabiskan malam di Pantai Lakeba, di sekitar situ juga terdapat beberapa hotel lho. Aku sendiri waktu itu sempat nongkrong di sebuah café yang namanya sama dengan nama pantainya, ya . . namanya Café Lakeba.

IMG_LAK07

Selain duduk-duduk di berbagai café dan restoran itu, aku rasa para pelancong juga akan senang berjalan-berjalan di sepanjang pantai berpasir putih itu. Deretan pohon kelapa membuat udara di pantai tidak lah panas, melainkan cukup sejuk. Suasana yang tenang tentunya akan sangat cocok buat mereka yang ingin melepaskan diri dari hiruk pikuknya suasana kota.

IMG_LAK08

Yah . . mudah-mudahan saja kebersihan Pantai Lakeba itu tetap terjaga, demikian juga suasananya sehingga Pantai Lakeba akan menjadi tempat yang ideal bagi para pelancong yang ingin bersantai di tepi pantai, menikmati suasana sambil terkantuk-kantuk karena dibelai sejuknya angin laut yang bertiup lembut 🙂 .–

IMG_LAK10

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 11 Comments

Floating village of a sea tribe

Let’s go back to the time when I hadn’t reach Wabula Fishing Village yet. On the road from Pasarwajo to Wabula, in some part of the road when it was ascending a small hill, the sea could be seen clearly far below at the left. At a point, I suddenly saw an unusual sighting. It seemed like a village floating on the sea.

IMG_KBJ03

When I asked Azis, who carefully drove our car, he said that the floating village was actually not floating, and it was the dwelling of a tribe called Bajo. The Bajo tribe was known as the sea tribe as they actually live and depended on the sea.

The Bajo tribe lived as traditional fishermen. Their homes were built on stilts that planted deep on the sea bed close to a shore. A sampan was the main vehicle they used for transportation. That was why it was common to see a very young Bajo child rowing a small sampan expertly to go to another house or to the school.

IMG_KBJ05

There were many Bajo Villages scattered on some parts of Indonesia, all of them were in a form of villages on the sea off the shore. The one in the Wabula Subdistrict, however, could be categorized as a modern one, because it connected to the land with a paving road. Aside of that, the village was also already had electricity.

IMG_KBJ06

It was a pity that my time in Buton was not allowed me to explore further and mingled with the Bajos. Hope that if I had a next time to visit the area, I could spend more time in the village.–

Keterangan :

Yuk kita putar mundur sedikit waktunya sampai ketika aku baru berangkat dari Baubau menuju ke Wabula. Ketika itu kendaraan yang aku tumpangi sudah melewati Pasarwajo dan mulai melalui jalan yang menanjak dimana laut tampak berada di sebelah kiri jalan, agak jauh di bawah. Sambil bercakap-cakap dengan teman seperjalananku, mataku menerawang jauh memandangi laut yang membiru, ketika tiba-tiba mataku menangkap pemandangan yang tidak biasa. Aku melihat di kejauhan seperti ada sekelompok rumah di tengah laut.

IMG_KBJ07

Ketika hal itu kutanyakan kepada Azis yang sedang asyik mengemudi, dijawabnya bahwa itu adalah salah satu perkampungan Suku Bajo. Suku Bajo adalah suku yang terkenal sebagai orang-orang laut karena mereka betul-betul hidup di atas laut dan mereka beranggapan bahwa laut adalah segalanya bagi mereka. Laut adalah tempat mencari nafkah, dan bertempat tinggal.

IMG_KBJ11

Ya, suku ini sudah dikenal sebagai nelayan tradisional yang handal, yang betul-betul menghabiskan hidup mereka di laut, sejak mereka dilahirkan sampai saat mereka berpulang, semuanya dilakukan di laut. Rumah mereka didirikan di atas pancang-pancang yang kokoh menghunjam ke dasar laut sehingga kemana-mana harus mereka lakukan dengan mempergunakan sampan. Makanya tidaklah mengherankan kalau sejak kecil putra-putra Suku Bajo sudah piawai mengendalikan gerakan sampan dengan bantuan dayung.

IMG_KBJ08

Pemukiman Suku Bajo terdapat di banyak tempat di seantero Nusantara ini. Semua pemukiman mereka berada di atas laut, jauh dari pantai. Yang di Kecamatan Wabula ini termasuk salah satu yang sudah masuk kategori modern; karena perkampungan mereka sudah terhubung ke daratan pulau Buton dengan sebuah jalan dari beton, yang meskipun tidak lebar, tetapi cukup kuat untuk dilalui kendaraan. Listrikpun sudah masuk ke desa tersebut yang tampak dari adanya deretan tiang listrik di sepanjang jalan beton itu.

IMG_KBJ01

Rasa penasaran membuatku meminta Azis untuk menghentikan sebentar kendaraan di tepi jalan sehingga aku bisa mengamati dengan lebih jelas perkampungan yang tampak seolah terapung itu. Aku dan teman seperjalananku segera turun dari kendaraan untuk melihat lebih jelas dari kejauhan.

IMG_KBJ09

Ketika aku tidak bisa membendung lagi rasa ingin tahuku dan mulai berjalan menuruni tepian jalan ke arah pemukiman tersebut, Azis meneriakiku menyatakan bahwa kalau aku tetap berjalan terus memasuki perkampungan tersebut, maka rencana mau ke Wabula dan sekitarnya bisa berantakan karena waktunya tidak cukup.

Yah . . . apa boleh buat. Akhirnya aku hanya berhenti sampai di mulut jalan beton itu kemudian kembali lagi untuk melanjutkan perjalanan :(. Mudah-mudahan sekali waktu aku bisa masuk ke perkampungan itu dan bersilaturahmi dengan penduduknya.—

IMG_KBJ10

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , | 22 Comments

A beach where hermit-crabs roaming freely

Close to Wabula – the fishing village, there were some beaches. Well, it quite common for a fishing village to be close or even by the shore, wasn’t it? 😀

Usually, most of the beaches close to a village were dirty, but not the beaches close to Wabula. The farthest beach even more fascinating, since it was not only had clear water, but it also a place where hundreds of hermit-crabs roamed freely. The beach was called Lahunduru Beach.

IMG_LHD02

The road to the beach was not clear enough, even in some parts tall grass covered the road and made my friend and I confused. And the closer to the beach, the more confused we were, because the road led us to a place that looked like a coconut plantation and not a beach. In fact it ended up in the plantation 🙄

At the end of the road, I got out from the car and walk to the beach which could clearly been seen from the place the car parked. It was a very short distance. And when I arrived at the beach, I found a very quiet beach. I had seen no other people in there except many hermit-crabs crawling and roaming freely at the beach. There were big and small hermit crabs with various shell shapes and colors.

IMG_LHD05

The beach itself was a white sandy beach located at the farthest point of the area. Seem that nobody visited the area for quite a long time. There were no trashes except trashes swept to the beach by the calm waves. The water was quite clear and in the distance there were structures made by the local fishermen to catch fishes.

IMG_LHD03

Close to the beach, there was a small cave which called Lahunduru Cave. According to some locals, the name of the beach was following the cave’s name, hence it called Lahunduru Beach. There was water in the cave. Seemed that in the past people climbed down to the cave to get fresh water which been used to water the field. I found a wrecked wooden ladder laid out at the bottom of the cave. I assumed that the locals used the ladder to fetch the water.

IMG_LHD04

For them who like a tranquil atmosphere, Lahunduru Beach was a perfect place to come. But be sure to walk carefully at the beach to avoid stepping on tiny hermit-crabs 🙂

 

IMG_LHD10

 

Keterangan :

Masih di pesisir timur Pulau Buton, dari Desa Wabula, aku mengarahkan kendaraan lebih jauh menyusuri garis pantai yang berada di sisi kiri jalan yang kadang tampak dan kadang tidak karena tertutup deretan rumah penduduk. Ya . . memang di sekitar Desa Wabula terdapat banyak pantai, tapi ini hal yang lumrah bukan? Perkampungan nelayan boleh dibilang selalu berada di tepi pantai atau sangat dekat dengan pantai. Hanya saja bedanya dengan beberapa lokasi perkampungan nelayan lain yang kebetulan pernah aku kunjungi adalah bahwa pantai di sekitar Desa Wabula bisa dibilang relatif jauh lebih bersih.

Kendaraan yang aku tumpangi terus melaju mengikuti jalan yang semakin lama semakin menyempit dan samar sampai ke wilayah yang tampaknya merupakan ujung dari daerah itu. Menurut penduduk Desa Wabula, di ujung sana terdapat sebuah pantai yang indah.

IMG_LHD12

Memang sih perjalanan ke lokasi pantai itu tidak mudah karena di beberapa tempat jalanan sudah hampir tak berbekas karena tertutup hamparan rumput yang cukup tinggi. Dan semakin dekat ke arah yang dituju, baik aku maupun kawanku menjadi semakin bingung. Kalau sebelumnya hanya jalan yang tidak jelas karena tertutup rumput, kali ini yang membuat ragu adalah arah jalan yang tampak tidak menuju ke arah dimana seharusnya pantai berada (paling tidak menurut perkiraanku sih 😛), melainkan justru masuk ke perkebunan kelapa . . . dan bahkan jalannya betul-betul habis di tengah-tengah kebun kelapa itu 😯

IMG_LHD06

Untunglah dari tempat mobil berhenti itu, tampak dengan jelas sebuah pantai berpasir putih. Jaraknya lumayan dekat sih, karenanya aku dan kawanku memutuskan untuk melanjutkan dengan berjalan kaki menuju ke pantai.

Sesampai di pantai, aku sempat tertegun melihat air laut yang relatif tenang dan jernih. Ombaknya sangat kecil sehingga hanya berupa alun yang membelai bibir pantai dengan lembut. Di kejauhan aku melihat bagan yang dibangun nelayan setempat untuk menangkap ikan.

Pasir putih aku lihat menutupi pantai diseling batuan karang di beberapa sudut. Ketika itu praktis tidak ada orang lain di sana selain aku dan kawanku. Wah . . . lagi-lagi impian memilik sebuah pantai pribadi seolah-olah terwujud di sini :D. Pantai yang belakangan aku tahu bernama Pantai Lahunduru itu memang sepi. Mungkin karena lokasinya yang tidak bisa dibilang dekat dengan pemukiman disamping juga tidak adanya angkutan umum yang menuju ke pantai tersebut. Dan karena sangat jarang yang berkunjung, maka sampah yang aku lihat terserak di pantai itupun adalah sampah yang dimuntahkan laut ke pantai di samping juga sampah yang berasal dari pepohonan yang ada di sekitarnya.

Hal yang sangat menarik di sana adalah banyak sekali kelomang yang berkeliaran di pantai, menjadikan pantai itu seolah-olah adalah wilayah kekuasaan para kelomang itu. Bagaimana tidak, puluhan bahkan mungkin ratusan kelomang dapat aku temui dengan mudah, sampai-sampai ketika melangkah di sana aku harus berhati-hari supaya tidak menginjaknya. Bahkan ketika aku berusaha berjalan di atas tumpukan daun kelapa kering untuk menghindari terinjaknya kelomang-kelomang itu, aku justru menjumpai kalau tumpukan daun kelapa kering itu seolah merupakan tempat perlindungan mereka; karena begitu kakiku menginjak daun kelapa kering itu, banyak sekali kelomang yang berhamburan keluar dari baliknya. Baik kelomang berukuran besar maupun kecil, baik yang memiliki cangkang indah maupun hanya yang berbentuk sederhana. Mudah-mudahan ketika suatu waktu nanti pantai ini sudah lebih dikenal, habitat kelomang-kelomang itu tetaplah lestari.

IMG_LHD13

Berjalan sedikit menjauhi pantai, ke daerah yang tanahnya tampak seperti karang, ada sebuah gua kecil dengan air yang jernih di dalamnya. Aku sempat melihat bekas sebuah tangga kayu yang sudah rusak tergeletak di dasar gua. Rupanya air di dalam gua itu pernah juga dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang berladang di sekitar situ untuk mengairi ladangnya; dan mereka turun mengambil air di dasar gua dengan mempergunakan tangga kayu yang kelihatan sudah hancur itu. Menurut informasi dari penduduk setempat, gua itu disebut Gua Lahunduru. Dan itu pula sebabnya pantai di dekatnya disebut dengan nama Pantai Lahunduru.

IMG_LHD14

Nah . . buat para pecinta ketenangan, rasanya berkunjung ke Pantai Lahunduru adalah sebuah pilihan yang tepat. Di sana kita bisa merenung sambil menikmati hembusan angin laut. Tapi ingat . . . jangan jalan menyusuri pantai sambil melamun lho ya. Kasihan kan kelomang-kelomang itu kalau tanpa sengaja sampai mati terinjak hanya karena orang yang menginjaknya keasyikan melamun 😦

IMG_LHD01 IMG_LHD11

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , | 17 Comments

Blog at WordPress.com.