Ratenggaro, a name which quite known in Sumba, Indonesia. A place where every travelers could find a virgin but pretty beach with some megalithic era tombs at the beach, while not too far away, just across an estuary, there was a Sumbanese traditional village with its unique tall rooftops.
To come to Ratenggaro, ones would feel as if they traveled back to the ancient era, where people still lived in a simple hut and put their family members’ dead bodies in a kind of sarcophagus. And although there were many stone tombs on the whole island, the ones in Ratenggaro would consider unique. Beside their locations at the beach while other were usually close to their homes, the stone tombs in Ratenggaro were also bigger than those in any other places.
The beach had a combination of a sandy and rocky beach. The waves that reached the beach were not too big, but it was advised not to swim in Ratenggaro Beach because in some parts the water could be very deep and would be dangerous enough, especially for them who were not good enough in their swimming skill.
To come to Ratenggaro, travelers not only enjoy the pretty scenery of a beach with some old tombs here and there, travelers could also explore the nearby traditional village and mingle with the locals.
Ratenggaro was located about 48 kilometers to the south-west from Tambolaka. Travelers could reach the place by rented cars as well as by public transports. The road was quite good along the route, even though it was not too busy. For them who wanted to use the public transport, they could use the regular bus from Tambolaka or Waikabubak to Bondo Kodi, where they had to change their transportation mode from bus to local motor-taxi which known as “ojek”.–
Keterangan:
Ratenggaro adalah sebuah nama yang sudah cukup dikenal di daratan Sumba sebagai salah satu destinasi wisata yang harus dikunjungi. Di sana para pelancong tidak hanya melihat sajian keindahan pantai, melainkan juga bisa menikmati sensasi seolah kembali ke jaman yang telah lampau. Bagaimana tidak, beberapa kubur batu yang telah berusia ribuan tahun berada di sebuah pantai yang sepi sementara di seberang bidang air yang merupakan muara sebuah sungai berdiri sebuah kampung dengan deretan rumah tradisional Sumba dengan atapnya yang menjulang tinggi bagaikan menara tersembul di balik pepohonan yang seolah membatasi kampung tersebut dengan pantai.
Betul lho, berkunjung ke Ratenggaro rasanya seperti kembali ke masa silam, apalagi jika kita berkunjung tidak di hari libur. Hampir tidak tampak adanya ciri kehidupan modern di sana. Di kampung Ratenggaro, rumah-rumah penduduk masih merupakan rumah-rumah tradisional yang beratapkan ilalang dengan puncaknya yang menjulang tinggi. Kehidupan masyarakatnyapun masih bersahaja. Jika ada yang meninggal, maka jenazahnya akan diperlakukan sesuai dengan adat istiadat yang telah diikuti secara turun temurun sejak jaman nenek moyang mereka. Jenazah disempurnakan tidak dengan cara dikuburkan, melainkan dimasukkan dalam kubur batu yang bisa berisi lebih dari satu jenazah. Konon jenazah-jenazah di Ratenggaro dimasukkan ke dalam kubur batu dalam posisi berdiri, sehingga bentuk kubur batu di sana relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kubur-kubur batu yang ada di daerah-daerah lain.
Hal lain yang membedakannya adalah bahwa beberapa kubur batu yang tampak sudah sangat tua berada di tepi pantai, sementara di tempat lain, kubur batu biasanya diletakkan dekat dengan pemukiman. Konon dahulu Kampung Ratenggaro memang terletak di dekat pantai sehingga memang berdekatan dengan “rumah” para leluhur mereka. Tetapi abrasi yang hebat menyebabkan penduduk harus memindahkan kampung mereka menjauhi bibir pantai sementara kubur batu tetap dibiarkan di tempatnya semula sampai sekarang.
Ada tiga buah kubur batu tua yang tampak di pantai itu. Kubur yang paling besar adalah kubur orang yang dipercaya menurunkan penduduk kampung-kampung di sekitar situ yang dikenal dengan nama Rato Pati Leko. Dua kubur batu lainnya adalah kubur kedua anak Rato Pati Leko. Sampai sekarang beberapa sesepuh kampung di waktu-waktu tertentu akan datang ke pantai pada malam hari untuk berkomunikasi dengan leluhur mereka.
Pantai di Ratenggaro merupakan kombinasi pantai berpasir dan berbatu. Pasir yang terhampar di beberapa bagian tampak putih dan juga lembut di kaki, sementara di beberapa bagian lain batu-batu karang yang kokoh bertonjolan dari balik pasir. Untuk melengkapi keindahan kombinasi pasir dan bebatuan itu, tidak jauh dari bibir pantai deretan tumbuhan khas pesisir menghijaukan kawasan pantai sehingga pantai tidak nampak gersang.
Air laut yang jernih dengan ombak yang tidak terlalu besar menggoda para pelancong untuk bermain air di sana. Meskipun demikian, para pelancong tetaplah harus berhati-hati karena di beberapa bagian lautnya cukup dalam sehingga cukup berbahaya bagi mereka yang belum mahir berenang, khususnya berenang di laut.
Ratenggaro terletak di Desa Umbu Ngedo, Kabupaten Sumba Barat Daya. Lokasinya berjarak kurang lebih 48 kilometer di sebelah barat daya Tambolaka. Untuk berkunjung ke sana, pelancong bisa mempergunakan kendaraan sewa maupun mempergunakan kendaraan umum yang bisa diperoleh di Tambolaka. Hanya saja, ketika pelancong memilih mempergunakan kendaraan umum, maka pelancong haruslah bersiap-siap untuk berganti moda transportasi karena bus umum dari Tambolaka atau dari Waikabubak hanya mengangkut penumpang sampai di Bondo Kodi. Selanjutnya untuk melanjutkan perjalanan dari Bondo Kodi ke Ratenggaro, pelancong bisa mempergunakan jasa ojek. Jadi . . . nggak ada alasan untuk nggak berkunjung ke Ratenggaro kan? 🙂