I was still in South East Sulawesi Province, Indonesia. The time was not long after I captured sunrise moments in Tanjung Tiram, which pictures could be seen in here. At that time, my travel partner and I decided to continue our journey further to the south. And after about 60 kilometers from Kendari, we reached an area known as Tanjung Peropa Nature Reserve. It was a 38,937 hectares tropical forest that kept a unique waterfall called Moramo Waterfall. The waterfall was the one that became our target.
So after our driver parked our car in the parking lot, we started to walk through the forest of Tanjung Peropa Nature Reserve. At first, we walked on a paving path by a small canal. Not long afterward, we passed a small dam and then a hanging bridge.
After passing the bridge, the path led us deeper into the jungle. Small stream by the path as if accompanied our steps roamed among the trees in the forest. The view was really soothed our eyes. In some parts, what we saw was quite pretty as if taken out from a fairy tale book. I was wondering how if there were fairies playing on the shore of the small river or they just playing hide and seek behind the shrubs as we passed :). And as no other travelers were there in the area, what we heard was only the sound of the nature. The rush of the stream, the rustling of dry leaves and birds chirping made a perfect nature melody in our ears.
After about two kilometers walk on an ascending and a bit slippery dirt track, passing some wrecked wooden bridges and stone steps, we arrived at Moramo Waterfall. Unfortunately, we came at the end of a long dry season and the water was not as big as we expected, so the waterfall was not as pretty as we expected.
Moramo waterfall was a cascade type waterfall. The water fall from many levels with heights ranged from 0.5 to 3 meters. The place where the water fell after thousands of years formed many pools in every level which in turn made the view quite spectacular. On seeing the unique and pretty waterfall, the locals believed that many pools which formed Moramo Waterfall was actually the bathing pools of fairies which often came to the falls.
Moramo waterfalls had it source of water from Biskori River which flowed through the Tambolosu mountain range. Once reached the waterfalls, the water rushed through many levels from the height of 100 meters. Moramo waterfalls had 7 main levels and 60 smaller sub-levels. So . . can you imagine how many small pools formed in there?
It was said that the falls was first discovered in 1980 by a hunter who came to the forest to trap mouse-deers. In 1989 the road to the nature reserve was started to be built and just in 1990 it was officially opened as one of South East Sulawesi Province tourist destination. Unfortunately, up till now, there were no public transports serving the area. So travelers should look for rental cars from Kendari to come to the fairies bathing pools in Tanjung Peropa Nature Reserve.–
Keterangan :
Ceritanya aku masih ada di Propinsi Sulawesi Tenggara nih. Saat itu aku baru saja selesai mengabadikan saat-saat Sang Mentari keluar dari peraduannya di Tanjung Tiram yang hasilnya bisa dilihat di sini. Setelah sejenak berdiskusi, teman seperjalananku dan aku sendiri akhirnya sepakat untuk melanjutkan perjalanan lebih jauh ke arah selatan.
Perjalanan menyusuri jalanan yang tidak semuanya mulus itu berakhir ketika aku dan teman seperjalananku mencapai kawasan Cagar Alam Tanjung Peropa yang terletak di Desa Sumber Sari, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe; kira-kira 60 kilometer dari Kendari. Cagar Alam Tanjung Peropa merupakan kawasan hutan tropis seluas 38.937 Hektar, dimana di dalamnya terdapat sebuah air terjun yang unik yang dikenal dengan nama Air Terjun Moramo. Air Terjun inilah yang menjadi tujuan utama kami berdua datang ke sana.
Sebelum masuk ke kawasan cagar alam, terdapat sebuah tanah lapang yang di sekitarnya banyak terdapat warung-warung sederhana yang menjual minuman maupun makanan ringan. Sayangnya ketika itu semua warung itu dalam keadaan tutup. Yah . . aku sih bisa maklum karena aku kesana bukan pada hari libur ataupun akhir pekan. Mau nggak mau aku dan teman seperjalananku harus membawa bekal air yang kami bawa dari Kendari kalau nggak mau kehausan selama perjalanan ke air terjun.
Dari tanah lapang yang juga menjadi lapangan parkir kendaraan, aku dan teman seperjalananku mengikuti jalan setapak masuk ke kawasan cagar alam. Jalan setapak itu akan melewati sebuah bendungan dan kemudian melintasi sebuah jembatan gantung. Jalur yang semula merupakan jalur yang dilapisi paving blocks mulai berubah menjadi jalur tanah ketika kami masuk lebih dalam ke hutan. Sebuah sungai kecil berair tenang mengalir di samping jalan setapak, seolah menemani kami berdua yang berjalan mengikuti jalan setapak di antara pepohonan dan semak.
Rindangnya pepohonan membuat siapapun tidak merasa kepanasan selama berjalan menuju ke air terjunnya. Hijaunya pemandangan betul-betul menyejukan mata. Di beberapa bagian hutan, pemandangan yang tersaji mengingatkanku akan gambaran hutan di negeri peri seperti yang diceritakan di buku-buku dongeng. Makanya tidaklah heran kalau pikiranku melayang . . membayangkan bahwa di tempat itu aku akan melihat peri-peri kecil yang sedang bermain di tepian sungai atau malah mungkin sedang bermain petak umpet di rerimbunan semak belukar yang kami lalui :). Dan karena tidak ada orang lain selain kami berdua, ketenangan hutan seolah menghanyutkan. Gemericik air sungai dan desauan angin yang ditingkahi kicauan burung merupakan suara-suara alam yang terdengar merdu di telinga.
Setelah berjalan kurang lebih 2 kilometer, akhirnya aku dan teman seperjalananku sampai di Air Terjun Moramo. Sebuah air terjun yang unik karena airnya tidak terjun dari ketinggian, melainkan terjun dari tingkatan-tingkatan setinggi antara setengah meter sampai 3 meter. Jadi kelihatannya seperti banyak air terjun kecil yang bersusun-susun. Tiap air terjun kecil itu memiliki kolam penampungan yang airnya akan meluber jatuh ke kolam penampungan berikutnya di tingkat yang lebih rendah. Kalau dihitung, secara keseluruhan terdapat 7 tingkatan yang agak besar dan ada 60 tingkatan yang agak kecil.
Secara keseluruhan, tampak seolah-olah air terjun ini membentuk banyak kolam air yang karena indahnya dipercaya penduduk setempat diajdikan tempat mandi dan bermain air oleh para bidadari ataupun peri yang acap kali bertandang ke situ.
Sayangnya aku ke sana tidak pada waktu yang tepat. Musim kemarau berkepanjangan membuat debit air di air terjun itu menurun banyak. Rupanya sumber airnya yang terletak di Pegunungan Tambolosu juga agak mengering sehingga Sungai Biskori yang aliran airnya masuk ke Air Terjun Moramo ini juga tidak sanggup menyediana air yang cukup untuk membuat Air Terjun Moramo memamerkan keindahannya secara maksimal. Rasanya aku harus balik lagi ke sana nih, dan kalau memang harus ke sana lagi, aku harus memilih waktu yang tepat sehingga aku bisa melihat bidadari yang sedang mandi di sana . . . eh salah, sehingga aku bisa menikmati keindahan Air Terjun Moramo secara maksimal π
Menurut cerita penduduk setempat, air terjun unik ini belum lama ditemukan. Seorang transmigran yang masuk ke hutan untuk menjerat binatang menemukan air terjun ini pada tahun 1980. Tetapi baru sepuluh tahun kemudian air terjun dan kawasan cagar alam ini diresmikan sebagai salah satu obnyek wisata andalan Propinsi Sulawesi Tenggara. Sayangnya, sampai ketika aku berkunjung ke sana, aku tidak melihat adanya kendaraan umum yang melalui daerah itu. Jadi, jika ada pelancong yang ingin berkunjung ke tempat pemandian para bidadari ini, pelancong tersebut haruslah mempergunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan sewa dari Kendari.–