On my way to Bukit Lawang from Bukittinggi, West Sumatra, I passed through a winding road with a verdant valley on the left and lush green hills on the right. My wish to stop for a while on the road side in order to enjoy the green scenery on the valley was become reality when the man who drove the car that I rented, stopped in front of a road-side coffee stall. The stall owner greeted me wholeheartedly and ushered me to the back of his stall even though I refused it politely. As he still insisted, I followed him to find an open terrace that looked over the valley, and what I saw was as appeared in the picture below.
In the valley, there were houses that grouped into a village or the locals called a ‘nagari’. A mosque with its red painted domes looked quite prominent compared to other houses in the village, while lush green paddy fields stretched around the village. I just imagined how the scenery would be when the paddy in the fields had ready to harvest, how the now green fields would turn yellow. I believed that the scenic valley would present its other kind of beauty with yellowish paddy fields around the village at that time.
The stall owner told me that the valley was known as Landia River Valley and the village was called Nagari Sungai Landia or Landia River Village. The village was located in Subdistrict IV Koto, Agam Regency, West Sumatra. Travelers could reach the valley easily from Bukittinggi by about 45 minutes drive through a relatively good and winding road with picturesque scenery along the road.–
Keterangan:
Dalam perjalanan menuju ke Bukit Lawang dari arah Bukittinggi, aku melewati seruas jalan berliku yang berada di tubir bukit. Lembah menghijau di bawah yang tampak di sisi kiri jalan menjadi pemandangan sejuk yang menemani sepanjang ruas jalan itu. Keinginanku untuk berhenti sebentar guna memuaskan mata memandang kehijauan sambil menghirup udara segar terpenuhi ketika kendaraan yang aku tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan sederhana yang ternyata adalah sebuah kedai kopi. Pemilik kedainya cukup ramah menyambut, bahkan langsung mempersilahkan masuk. Aku yang memang tidak berminat untuk membeli sesuatu di kedai itu merasa tidak enak dengan tawarannya sehingga menolak dengan halus dan sengaja berjalan menjauh ke samping kedai untuk menikmati keindahan lembah dari situ. Tetapi ternyata lelaki pemilik kedai itu tetap mengajak aku untuk mengikutinya meskipun sudah tahu kalau aku tidak akan berbelanja di kedainya. Diajaknya aku ke arah belakang kedai dimana terdapat beberapa meja dan kursi yang tertata rapi di sebuah teras terbuka yang memberikan pemandangan bebas ke dasar lembah. Dan pemandangan seperti di bawah inilah yang tersaji di depan mata.
Lembah yang menghijau dengan rumah-rumah penduduk yang membentuk suatu nagari atau kampung tampak berada di dasar lembah. Sebuah mesjid dengan kubahnya yang berwarna merah berdiri megah dan cukup menonjol dibandingkan dengan rumah-rumah penduduk yang hampir semuanya memiliki atap berwarna kehitaman. Sawah yang subur menghijau terbentang luas di sekeliling nagari itu. Cukup lama juga aku terpaku melihat pemandangan lembah yang permai ini. Terbayang, bagaimana nuansa keindahan lain yang akan tersaji ketika padi di sawah itu sudah menguning dan siap dipanen.
Ketika aku bertanya mengenai lembah dan perkampungan yang ada di dasarnya itu, aku memperoleh informasi kalau lembah itu dikenal dengan nama Lembah Sungai Landia. Sedangkan desa di dasar lembah itu bernama Nagari Sungai Landia yang masuk dalam wilayah Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Tempat ini bisa dicapai dengan berkendara kurang lebih selama 45 menit dari Bukittinggi melalui jalan yang relatif bagus dengan pemandangan indah yang menemani sepanjang perjalanan.
Eh iya, postingan ini kan bersamaan dengan dimulainya Bulan Ramadhan, jadi bersama ini aku juga mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi teman-teman dan semua pengunjung blog ini yang menjalankannya; semoga ibadahnya diterima oleh Allah SWT.–