Monthly Archives: July 2013

Hey, it’s pink . . . !

The sands? Yes, the sands along the shore are really pink!

Well, we are talking about beaches now, especially ones which bear the name Pink Beach. According to Realwonderoftheworld.com, there are 7 countries which have pink beaches in their territory; those are the Bahamas, Bermuda, Dutch Caribbean Islands, Greece, Italy, the Philippines, and Indonesia.

As for Indonesia, there are some places that have pretty pink beaches. The most famous one is the one in Komodo Island. Others are scattered in some small islands within the Komodo National Park.

IMG_PIB01

Recently, I’ve got an opportunity to visit another beach that has pink sands along its shore, but the beach is not in one of the islands in the komodo National Park. It is in Lombok, instead. Yes, Lombok Island, West Nusatenggara. The beach’s real name is Tangsi Beach, but its real name is fading away, replaced by the more popular the Pink Beach.

The exact location is in Sekaroh Village, East Lombok. Travelers can reach the area in about 2.5 hours drive from Mataram through a rough and damaged road. If ones want to go to the Pink Beach, please bear in mind that there are not many foods and drinks sellers in the area. What I did when I visited the beach was bought some meals from any fast food restaurant in Mataram to be eaten in the beach  🙂

IMG_PIB04

About the sands, the ones in the Pink beach are not too powder-like. The real color is yellowish white, but there are so many fragments of died red corrals mixed with the sands, which in turn makes the sands look pink in color.

For them who like tranquility, better to come to the area in week-days, since in the week-ends the area will be pretty crowded by locals, as you can see in the pictures.–

IMG_PIB02

 

Keterangan  :

Pink, sebuah warna yang tidak umum kalau kita sebut dalam kaitannya dengan pantai. Tetapi betul koq, kali ini yang aku post adalah mengenai pantai, hanya saja pantai ini memiliki pasir yang warnanya tidak seperti pasir di pelbagai pantai yang sudah kita kenal selama ini. Ya pasirnya tidak berwarna putih ataupun hitam, melainkan pink. Aneh? Sebetulnya tidak terlalu aneh juga sih, menurut Realwonderoftheworld.com, di dunia ini terdapat 7 negara yang memiliki pantai-pantai dengan pasir berwarna pink di wilayahnya. Mau tahu? Ok, ke 7 negara itu adalah Kepulauan Bahama, Bermuda, Kepulauan Karibia, Yunani, Italia, Filipina, dan juga negara kita tercinta Indonesia.

Di Indonesia, pantai pink yang paling terkenal ada di Pulau Komodo. Eh tapi baru-baru ini aku berkunjung ke Pantai Pink yang bukan di Pulau Komodo loh. yang ini lebih dekat lah, yaitu di Pulau Lombok, Nusatenggara Barat.

IMG_PIB03

Pantai ini terletak di Desa Sekaroh, Lombok Timur. Nama yang diberikan penduduk setempat sebetulnya adalah Pantai Tangsi, tapi nama itu sekarang memudar seiring dengan semakin terkenalnya sebutan Pantai Pink untuk menyebut pantai tersebut.

Pantai yang unik ini berjarak kurang lebih 82 kilometer di sebelah tenggara Mataram, dan bisa dicapai dengan waktu tempuh kurang lebih 2,5 jam berkendara melalui jalan yang sebagiannya rusak parah atau bahkan hancur. Belum lagi jalan menuju pantainya yang cukup curam dan sempit, sehingga banyak pengunjung memilih untuk memarkir kendaraannya di tepi jalan, kemudian turun ke arah pantai dengan berjalan kaki.

Fasilitas di pantai belum terlalu bagus, bahkan bisa dibilang minim. Maklum saja, Pantai Pink baru belakangan ini menjadi terkenal di antara pelancong, baik yang datang dari jauh, maupun pelancong lokal yang berasal dari bagian lain di Pulau Lombok itu sendiri. Oleh karena itu, kalau mau berkunjung ke Pink Beach ini, sebaiknya membekal makanan dan minuman yang dibeli dari Mataram daripada kelaparan atau kehausan di pantai.

IMG_PIB07

Mengenai pasir pantainya, memang betul tampak berwarna pink. Kalau dilihat dari dekat, pasir yang tidak terlalu halus ini sebetulnya berwarna putih kekuningan, cuma memang kelihatan banyak sekali pecahan karang mati berwarna merah gelap yang tercampur dengan pasir tersebut, sehingga dari kejauhan tampak kalau pasir di sepanjang pantai itu berwarna pink.

Biasanya pada akhir pekan banyak warga lokal yang berwisata ke Pantai Tangsi ini. Airnya yang jernih mengundang banyak orang untuk berenang dan bermain air di pantainya. Banyak pula yang menyewa perahu nelayan yang ada di pantai itu untuk berkunjung ke beberapa pulau kecil tak berpenghuni di lepas pantainya.–

the broken road to the pink beach

the broken road to the pink beach

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , | 115 Comments

Tradisi ngiring penganten di Lombok

Perkawinan merupakan salah satu ritual dalam kehidupan yang dianggap penting karena menandai bersatunya sepasang insan dari dua keluarga yang berbeda menjadi satu keluarga baru. Karena itu pulalah, biasanya upacara perkawinan dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu peristiwa yang tidak terlupakan. banyak cara dipergunakan untuk membuat sebuah acara yang akan menjadi kenangan seumur hidup. Baik berupa pesta meriah yang dihadiri segenap keluarga, kerabat dan kenalan, maupun berbentuk suatu acara adat. Untuk acara adat itu sendiri, sangat banyak jenis dan ragamnya. Biasanya tiap daerah memiliki tata cara adatnya masing-masing, sehingga acara adat tersebut menjadi sesuatu yang menarik dan unik jika dipandang dari kacamata masyarakat daerah lain.

Pada saat melakukan perjalanan ke Pulau Lombok baru-baru ini, aku sempat secara sepintas menyaksikan acara ngiring penganten menurut adat Sasak yang dikenal dengan istilah nyongkolan. Hal itu bermula ketika dalam perjalanan menuju salah satu tempat, laju kendaraanku terhalang oleh iringan orang berpakaian adat yang diiringi oleh musik yang meriah. Kiki, teman yang menemani aku dalam perjalanan selama di Lombok, menerangkan bahwa pada masa sehabis panen seperti waktu itu, apalagi pada hari Sabtu atau Minggu, akan mudah sekali dijumpai iring-iringan seperti itu, karena masa itu merupakan masa dimana banyak penduduk melakukan acara perkawinan.

Nyongkolan itu sendiri merupakan acara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. Pada ritual itu, sepasang pengantin akan berjalan dari kediaman keluarga pengantin pria menuju kediaman keluarga pengantin wanita dengan diiiring oleh keluarga dan juga masyarakat setempat yang biasanya juga diikuti oleh tokoh masyarakat, pemuka agama dan juga pemuka adat setempat. Orang-orang yang melakukan nyongkolan ini semuanya mengenakan pakaian adat lengkap, dimana yang pria juga akan membekal keris atau golok yang diselipkan di pinggang ataupun disandang di punggungnya, sementara yang wanita mengenakan kebaya khas Suku Sasak lengkap dengan semua aksesorisnya.

nyongkolan

nyongkolan

Upacara nyongkolan biasanya diikuti oleh banyak orang, dan pasangan pengantin yang diarak diperlakukan seperti seorang raja dan ratu yang berjalan diiringkan oleh para pengawal, prajurit dan dayang-dayangnya. Oleh karena itulah pengantin sering pula disebut raja sejelo yang artinya raja sehari. Ada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, yaitu bahwa jika seseorang menolak untuk ikut sebagai pengiring dalam acara nyongkolan, maka jika suatu saat orang tersebut mengadakan acara nyongkolan, akan banyak pula orang yang akan menolak untuk mengiringinya. Jadi, dengan melihat dari panjangnya barisan, bisalah diketahui apakah sang mempelai termasuk orang yang mudah bersosialisasi atau bukan.

Tradisi nyongkolan diadakan selain untuk mengantar sepasang mempelai ke rumah keluarga mempelai wanita, juga dimaksudkan sebagai sarana pengumuman kepada masyarakat banyak bahwa pasangan yang diiringkan tersebut sudah resmi menikah, dan diharapkan juga bahwa tidak akan ada lagi orang yang mengganggu pasangan tersebut.

a procession to accompany the bride and the groom

a procession to accompany the bride and the groom

Nyongkolan ini bisa dibilang merupakan puncak dari ritual bersatunya seorang terune (pemuda) dengan seorang dedare (gadis) dalam suatu ikatan perkawinan yang sah menurut agama dan adat.

Kalau diurut ke belakang, tentunya persatuan tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya perkenalan di antara kedua belah pihak. Jika dari perkenalan tersebut terjadi kecocokan, maka Sang Terune akan mengajak Sang Dedare menikah. Hanya saja menurut tradisi Sasak, tidaklah elok jika ada seorang pemuda yang datang melamar seorang gadis pujaannya begitu saja kepada orang tua Sang Gadis. Orang tua Sang Gadis juga akan merasa diremehkan jika hal tersebut terjadi karena dianggapnya Sang Pemuda tanpa usaha apapun datang untuk meminta anaknya yang sudah diasuh dan dibesarkannya dari kecil dengan susah payah. Oleh karena itu, untuk menunjukkan kesungguhan hatinya dan juga menunjukkan usahanya untuk mendapatkan gadis pujaannya, secara adat Sang Pemuda akan menculik Si Gadis dari rumah orang tuanya. Tradisi ini dikenal dengan nama merari.

Dalam melakukan tradisi merari ini, biasanya Si pemuda akan datang ke rumah Si Gadis pada malam hari dengan membawa sapu lidi. Jangan salah sangka . . . Si Pemuda tidak datang untuk menyapu halaman rumah gadis pujaannya itu :). Sapu yang dibawanya akan dipergunakan untuk “menyapu” pagar rumah Si Gadis sebagai tanda bahwa Si Pemuda sudah datang dan siap melarikannya.

Meskipun sudah berhasil melarikan gadisnya, secara adat Si Pemuda tidak diperkenankan membawa gadisnya itu ke rumahnya sendiri. Bahkan ditabukan jika mereka tinggal satu atap sebelum dilaksanakannya akad nikah. Oleh karena itu, Si Pemuda biasanya akan membawa Si Gadis ke rumah salah seorang kerabatnya untuk disembunyikan di situ karena Si Gadis tidak boleh sampai ditemukan oleh keluarganya yang pasti akan mencarinya.

Setelah lewat sehari, Si Pemuda akan memberitahukan kepada Kepala Desa ataupun Tetua Adat di desa tempat Si Pemuda tinggal bahwa dia telah menculik seorang gadis yang nantinya akan dinikahinya, sekaligus juga meminta kesediaan Sang Kepala Desa ataupun Sang Tetua Adat untuk menjadi utusan dari pihak Si Pemuda untuk memberitahukan kepada keluarga Sang Gadis, bahwa Sang Gadis telah diculik kekasihnya, dan sekarang masih disembunyikan di suatu tempat yang dirahasiakan.

Istilah setempat untuk menyebut tradisi dikirimnya utusan oleh pihak keluarga Si Pemuda kepada keluarga Si Gadis, adalah nyelabar. Dalam melakukan ritual nyelabar ini, selain Tetua Adat di desa tempat Si Pemuda tinggal, rombongan juga diikuti oleh kerabat Si Pemuda, tetapi orang tua Si Pemuda tidak diperkenankan ikut.

Barulah setelah pemberitahuan tersebut diterima oleh keluarga Si Gadis, secara musyawarah akan ditetapkan kapan dilaksanakannya akad nikah kedua mempelai yang kemudian dilanjutkan dengan nyongkolan. Biasanya tetangga dari kedua belah pihak secara bergotong royong ikut membantu mempersiapkan hajatan ini, yang dalam bahasa setempat disebut begawe. Karena persiapan yang kadang membutuhkan waktu beberapa hari, maka untuk menghibur mereka yang sudah membantu mempersiapkan acara itu, keluarga mempelai biasanya mengundang kelompok-kelompok kesenian tradisional Sasak seperti Gendang Beleq dan Joget.

Pada masa sekarang, tradisi ini sedikit memudar. Banyak yang sudah tidak menjalankannya lagi. Mungkin juga dengan pertimbangan kepraktisan. bagi yang masih menjalankannyapun sering kali tidak secara lengkap lagi ritualnya diikuti, bahkan sering terjadi akulturasi. Contoh yang mudah saja adalah dalam hal musik pengiring acara nyongkolan, jika dahulu berupa tetabuhan tradisional seperti gendang beleq ataupun gamelan beleq, maka sekarang banyak diiringi oleh drumband, kecimol, atau bahkan musik dangdut, seperti halnya rombongan yang sempat aku temui dalam perjalananku itu.

Mudah-mudahan saja tradisi yang unik ini tidak lenyap tergerus jaman. Bagaimanapun tradisi di suatu suku ataupun di suatu daerah pastilah mengandung kearifan lokal maupun pesan luhur nenek moyang kepada keturunannya. Semoga.–

 

Summary :

Sasak tribe in Lombok, Indonesia, has a unique marriage tradition. If a ‘terune‘ (a boy) fall in love with a ‘dedare‘ (a girl), and they decide to bind themselves in a marriage, the boy cannot just come to the girl’s parents and ask for their permission. It is considered impolite and also shows the boy’s laziness because the boy just comes and asks without any special efforts. Aside of that, the girl’s parents will feel offended as they feel the boy is not appreciate their efforts in taking care of their daughter since she was just a baby until then.

Because of that, the boy will traditionally kidnap the girl in a ritual called ‘merari‘. In the ritual, usually the boy will come to the girl’s home at night bringing a broom stick which then be used to scrape the fence of the girl’s home as a code that he has already arrived and ready to take her away from her home. The boy, then bring the girl to one of his relatives’ house, since they are not allowed to stay together before they are married.

After a day, the boy will inform the elders in his village that he has kidnapped a girl who then will become his wife. The boy will also ask one of the elders to come to the girl’s parents on his behalf and inform the parents that their daughter has already been kidnapped and now is hidden safely in a secret place. The ritual when one of the elders who accompanied by the boy’s family, except his own parents, to come to the girl’s parents is called ‘nyelabar

After everything are okay, then come the big day. After they officially married, the bride and the groom then will walk along the road from the groom’s family home to the bride’s family home. They will be accompanied by relatives, elders, and friends as if they are king and queen who make a journey accompanied by guards, maids, and soldiers; that is why the bride and groom are called ‘raja sejelo‘ in the local language, which means a king for a day. The procession itself is called ‘nyongkolan‘. In the procession, everybody join the procession should wear Sasak traditional attires.

walking along the road

walking along the road

Beside to bring the bride and groom to the bride’s old home and meet her parents, ‘nyongkolan‘ is also meant as an announcement that the two has already bound together in a marriage and no one can disturb them.

In the old day, ‘nyongkolan‘ will always be made lively by traditional music such as ‘gendang beleq’ or ‘gamelan beleq’. Nowadays, the music is more modern as well as the instruments. Some of them use drumband which called ‘kecimol‘ and play recorded song.

'kecimol' group in action

‘kecimol’ group in action

Hope that the unique tradition will not fade away by time, since in every tradition there must be local wisdoms and good teachings given by the ancestors.–

Categories: Notes on Events | Tags: , , , | 89 Comments

Corner of Senggigi – boats on the shore

Senggigi, a small town at the shore of Lombok’s north-west coast area, which can be reached in about 30 minutes drive from Mataram, the main city of Lombok; or about 1 hour drive from Lombok International Airport.

IMG_SGG01When I visited Senggigi area some 25 years ago, it was not as crowded as it is now. At that time, in some parts, there were openings in fields full of coconut trees where people could see the open sea from the road, and of course the road was not as it is now. Nowadays, there are many hotels, villas, and restaurants, either old or new, big or small, along the the beach of Senggigi area. Their front walls preventing passersby to see the sea from the road  :(. The area, now becoming a small town which almost always being chosen to be a base for travelers who intend to explore Lombok and its surroundings.

Although many hotels and restaurants can be found in the area, Senggigi is not a tourist resort town as Kuta or Seminyak in Bali, where travelers may spend their day relaxing, shopping, or just socializing in local bars and restaurants. Senggigi is quieter, and it has less shops, bars, and restaurants compared to Kuta or Seminyak. Most travelers really use the area as their home-base for day trips to Gili or around Lombok.

At the beach, during the day, there will always many locals offer to take travelers to the Three Gilis in their small boats. For them who intend to use the local’s boat to go to the Gilis, please settle the price before depart to avoid any unwanted  things.

In the pictures, you can see many small boats owned by locals that can be rented to take travelers to the Three Gilis on a day trip. I took these pictures in a beach behind the hotel which I used, in one early morning.–

 

Keterangan :

Senggigi, sebuah kota kecil yang juga merupakan sebuah kota pantai yang terletak di sisi Barat Laut Pulau Lombok. Kota ini bisa dicapai dalam waktu kurang lebih 30 menit berkendara dari Mataram, atau seklitar 1 jam berkendara dari Bandara Internasional Lombok.

Daerah ini berkembang sangat cepat. Lebih dari 25 tahun lalu, ketika pertama kali berkunnung ke Senggigi, seingat aku orang masih bisa melihat pantai dari jalan yang melintasi kawasan ini dari beberapa tempat. Sekarang, hampir sepanjang pantai sudah berdiri banyak hotel, villa, maupun restoran baik besar maupun kecil, yang pagar temboknya menghalangi pandangan ke arah laut dari jalan yang membentang di sepanjang tepi pantai itu  :(. Senggigi benar-benar telah berubah dari sebuah kawasan wisata dimana orang bisa menikmati keindahan pantai dengan pemandangan matahari tenggelamnya yang indah, menjadi sebuah kota kecil yang banyak dipilih pelancong untuk dipergunakan sebagai ‘home-base‘ mereka sewaktu menjelajah Lombok ataupun sewaktu melakukan perjalanan singkat ke Gili.

Meskipun berkembang pesat, Senggigi tetaplah tidak dapat dibandingkan dengan Kuta atau Seminyak di Bali yang sama-sama merupakan kota pantai yang dipenuhi pelancong. Senggigi tetap lebih sepi dan tidak memiliki banyak toko yang bisa memanjakan para ‘shoppers‘.

Pada siang hari, kalau kita berjalan-jalan di sepanjang pantainya, banyak penduduk setempat menawarkan jasa untuk mengantar para pelancong ke Gili dengan perahu mereka. Rata-rata perahunya tidak besar. Di foto yang menyertai tulisan ini, kelihatan perahu-perahu tersebut berjajar di pantai di saat subuh. Memang sepintas kelihatan lebih murah jika berwisata ke Gili dengan perahu demikian, tetapi sebaiknya pelancong memastikan terlebih dahulu berapa harga yang telah disepakati sebelum berangkat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.–

IMG_SGG05

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , | 76 Comments

Blog at WordPress.com.