When talking about primates, aside of apes and monkeys, people will also refer to humans as human is included in the primates’ order. According to Wikipedia, A primate is a mammal of the order Primates. In taxonomy, primates include prosimians and simians. Primates arose from ancestors that lived in the trees of tropical forests; many primate characteristics represent adaptations to life in this challenging three-dimensional environment.
Well, the fact that humans included in the same order as monkeys and apes makes humans always interested in watching their “long lost siblings” activities in the zoo; and the monkeys and apes seems also interested in mimicking humans gestures and activities in their daily life.
In Jakarta, Indonesia, there is a specific place where humans can try to know anything about monkeys and apes. In there, human can also learn about many species in the primate orders, from the one as big as a gorilla to the smallest member of the orders known as the tarsiers. The place was known as Schmutzer Primate Center. It is located inside the Ragunan Zoo’s complex.
The place, which was built in 1999 and inaugurated in 2002 by the Governor of Jakarta at that time, was initiated by a painter and animal lover known as Pauline Antoinette Adeline Schmutzer-versteegh (1924-1998). Her wealth, combined with the funds from The Gibbon Foundations, was fully granted to build a modern facility especially for primates in the zoo; hence the place was named after her name.
Schmutzer Primate Center was designed to be a recreational area as well as a place for research and educational activities. In there, travellers could find many facilities such as theater and library. The collections of the Center included primates originated from Indonesia such as Orang Utans and Bekantans; as well as primates from outside Indonesia such as low land gorillas and chimpanzees. Some of the primates lived in open cages similar to their own habitats, while others lived in big cages that enabled them to swing or jump freely.
The cages were surrounded by artificial forest which was equipped with walking path, so there were no chances for travelers to get lost in the Center compound. Along the path, in some places there was drinking fountain and also benches. Some statues could be seen in some corners. One of the statues was a bust statue of Benjamin Galstaun, the first Director of the Ragunan Zoo.
Keterangan :
Kalau kita berbicara mengenai primata, mau tidak mau pasti juga akan merujuk pada keberadaan manusia, primata yang paling maju perkembangannya. Ya . . manusia memang masuk dalam ordo primata kalau berbicara mengenai pengelompokkan mahluk hidup di dunia ini. Dan mungkin kesamaan ordo inilah yang membuat manusia selalu tertarik untuk mengamati tingkah laku “saudara jauhnya” ini dimanapun berada, utamanya tentunya di kebun-kebun binatang; sementara para kera dan sejenisnya selalu berusaha menirukan tingkah laku manusia yang dilihatnya.
Di Jakarta, terdapat sebuah tempat yang dapat memuaskan keinginan manusia yang ingin mengamati, bahkan mempelajari berbagai jenis primata yang ada di dunia ini, dari yang berukuran besar seperti halnya gorilla sampai yang memiliki ukuran yang sangat kecil seperti halnya tarsier. Tempat tersebut berlokasi di dalam kawasan Taman Margasatwa Ragunan, dan dikenal dengan nama Pusat Primata Schmutzer.
Tempat tersebut mulai dibangun pada tahun 1999 dan diresmikan pada tahun 2002 oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu. Penggagas berdirinya tempat ini adalah seorang pelukis dan penyayang binatang keturunan Belanda bernama Pauline Antoinette Adeline Schmutzer-versteegh (1924-1998). Ketika beliau meninggal, beliau mewariskan semua kekayaannya untuk membangun sebuah fasilitas modern khusus untuk primata di dalam kawasan Taman Marga Satwa Ragunan. Dengan tambahan dana dari The Gibbon Foundations, terwujudlah sebuah pusat primata yang diklaim merupakan yang terbesar di dunia. Kemudian untuk mengenang jasa-jasa beliau, pusat primata tersebut dinamakan sesuai dengan namanya.
Pusat primata Schmutzer dirancang untuk menjadi sebuah wahana rekreasi yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana penelitian dan keilmuan. Karena itulah di sana juga terdapat perpustakaan yang cukup lengkap dan juga sebuah teater kecil untuk memutar film-film yang berkaitan dengan kehidupan primata. Sementara itu, koleksi Pusat Primata Schmutzer sendiri meliputi lebih dari 25 species primata yang meliputi primata yang berasal dari Indonesia sendiri seperti Orang Utan dan Bekantan, maupun yang berasal dari luar Indonesia seperti gorila dataran rendah dan chimpanse. Kebanyakan dari primata koleksinya tersebut yang masuk kategori kera besar hidup dalam suatu enklosur atau kandang terbuka yang dirancang menyerupai habitat asli mereka; sementara jenis-jenis primata kecil tinggal dalam kandang-kandang tertutup yang cukup luas dan masih memungkinkan mereka untuk melompat dan berayun dari satu sudut ke sudut lainnya di dalam kandang-kandang masing-masing.
Di sekeliling kandang-kandang maupun enklosur-enklosur itu tumbuh berbagai macam pohon baik besar maupun kecil sehingga menyerupai suasana hutan. Meskipun demikian, pengunjung pastilah tidak akan tersesat ketika menjelajah seluruh kawasan dalam Pusat Primata Schmutzer ini karena di sana sudah dibangun jalan setapak yang cukup rapi, dimana di sepanjang jalan setapak tersebut sudah pula disediakan bangku-bangku untuk beristirahat bagi mereka yang kelelahan setelah berkeliling di kawasan seluas 13 hektar ini. Untuk mereka yang haus, sudah pula disediakan kran air minum di beberapa sudut. Maklum saja karena untuk masuk ke kawasan ini pengunjung tidak diperkenankan membawa makanan ataupun minuman sama sekali, dan peraturan ini dijalankan dengan tegas. Untuk menambah keindahan kawasan, beberapa patung terlihat berdiri di beberapa tempat. Salah satunya adalah patung dada Benjamin Galstaun, Direktur Taman Margasatwa Ragunan yang pertama.
Jadi . . tertarik mengamati berbagai jenis primata yang ada di sana?