A day before the Makepung event in Jembrana, Bli Budi brought me to a beach which was surrounded by many fishermen houses, to ‘hunt’ for sunset. The beach was called Cupel Beach. It was close enough to Jembrana, and became one of the favorite places for the locals to spend their holiday. Unfortunately, as we came to the beach, the sky became so gloomy; the sun chose to hide behind lumps of dark clouds. With such condition on the spot, our intention to get colorful sunset scene at Cupel seemed should be forgotten 😦
Anyway, did not want to give up easily, we still tested our patience in the beach, waited and hoped that the dark clouds would fade away. As we waiting, we also explored the surrounding area to look for any interesting spot which could be used as the foreground of our expected sunset.
What we found in the area was quite shocking, since we found that constant blow of waves after waves seriously threatened to destroy the area. Event the sea wall which was built to prevent the abrasion was partly damaged and even ruined in some parts. Yes, Cupel was a relatively barren beach with no vegetation grew to block the waves. Perhaps . . . it was just perhaps, mangrove could minimize the abrasion. Or, were there any other means to protect the beach area? Well, there should be any means to protect the beach area, I think.–
Keterangan :
Sehari sebelum dilangsungkannya acara Makepung di Jembrana, Bli Budi sempat mengajakku ‘berburu’ matahari terbenam di pantai yang tidak jauh dari Jembrana. Waktu itu yang dipilih adalah Pantai Cupel. Sebuah pantai yang dikelilingi beberapa rumah nelayan. Pantai yang landai di satu sisi dan berbukit di sisi lain ini juga merupakan salah satu tempat favorit penduduk setempat untuk bersantai di hari libur. Sayangnya, semakin kami mendekati pantai, langitpun tampak semakin gelap karena tertutup awan mendung. Bahkan sesekali gerimis tipis sempat mengiringi perjalan menuju Pantai Cupel. Dengan kondisi seperti itu, rasanya keinginan untuk bisa menyaksikan keindahan sunset di Pantai Cupel harus dilupakan 😦
Meskipun demikian, sambil terus memperhatikan langit, kendaraan tetap dipacu menuju Pantai Cupel. Ceritanya sih gak gampang menyerah gitu. Harap-harap begitu sampai di pantai, langit berubah menjadi lebih cerah sehingga tujuan semula masih tetap bisa tercapai. Bahkan sesampainya di pantai, Bli Budi dan aku masih sempat melihat-lihat daerah sekitar pantai, mencari spot yang menarik.
Tetapi tampaknya memang keinginan untuk memperoleh sunset sore itu harus disimpan untuk sementara. Awan semakin tebal, dan hembusan angin semakin kencang membawa rasa dingin. Dan rasa dingin itu semakin merayapi tubuh ketika Bli Budi dan aku menyaksikan bahwa Pantai Cupel tergerus abrasi hebat. Memang sudah ada usaha untuk menangkal abrasi itu dengan membangun tembok penghalang gelombang, tetapi tembok itu sendiripun di beberapa tempat pecah-pecah bahkan runtuh tidak mampu menahan gempuran gelombang yang terus menerus. Memang di pantai itu tidak nampak adanya vegetasi penahan gelombang. Tetapi, apakah seandainya ditanami mangrove akan bisa menolong Pantai Cupel dari kehancuran? Atau mungkin ada cara lain? Entahlah . . yang penting kawasan pantai ini harus dijaga dari kehancuran.–