Early last November, I’ve got information that a traditional buffalo race which called makepung would be held on November 24, 2013 in Jembrana, West Bali. Makepung was Jembrana’s unique tradition which usually be held after the harvest season (July – November). There was no other place in Bali held such a race, which was why Jembrana was also called the Land of Makepung.
In the race, hundreds of pairs of buffaloes that usually used to plough the field would show their strength by racing through a designated path around the local’s paddy fields. There were many makepung tracks in Jembrana, such as Tuwed, Pangkung Dalem, Delod Berawah, Awen, Merta Sari and Kaliakah.
At that time, I was very lucky to have a friend who lived in Jembrana accompanied me, so I didn’t feel like lost in such a crowd in the event 😛 . Budi Arnaya, my friend, is a good photographer and also the author of ceritabudi.wordpress.com. Thanks for accompanying me and also for telling me about the tradition, Bli Budi.
Makepung derived form the word ‘kepung‘ which means to chase. Why chase and not race? Well, makepung was not really a race as we usually knew, because the winner would not be decided by who could run in front of its opponents. A pair of racer buffaloes would called a winner if they could close the gap with the preceding pair of buffaloes.
The contestants in the event usually divided into two groups which symbolized by the color of their flags, red and green. The winner of the race would be the groups who had majority winning buffaloes pairs. The racer buffaloes, which called ‘kerbau pepadu‘ would be dressed beautifully. So aside of the race, to see the “beautiful” or “handsome” buffaloes was also another thing to enjoy on the site.
Actually, there was another kind of makepung in Jembrana, and it was said that it was the original makepung. It called makepung lampit. Not like the one I’ve described above, makepung lampit was held before the planting time and held in a wet paddy field area. If you want to know about makepung lampit, you can see in the post about the event by Budi Arnaya in here.
Keterangan :
Awal November lalu aku memperoleh informasi kalau di tanggal 24 November 2013 akan diadakan suatu acara yang disebut makepung di Jembrana, Bali Barat. Makepung ini mirip dengan karapan sapi di Madura, tetapi di Jembrana yang dipacu bukanlah sepasang sapi, melainkan sepasang kerbau. Tradisi makepung yang semula berasal dari pelampiasan kegembiraan para petani sehabis panen ini hanya terdapat di Kabupaten Jembrana. Itu pula sebabnya Jembrana dikenal pula dengan sebutan Bumi Makepung.
Dalam acara itu, ratusan pasang kerbau yang biasanya dipergunakan untuk membajak sawah akan mempertunjukkan keperkasaannya dengan berpacu menarik sebuah kereta kayu kecil yang dikendalikan oleh seorang joki. Sirkuitnya berupa lintasan tanah yang mengelilingi sawah penduduk. Sebetulnya ini bukanlah sirkuit yang khusus diperuntukkan bagi penyelenggaraan makepung saja, melainkan merupakan jalanan desa yang juga merupakan penghubung beberapa desa di daerah dimana sirkuit itu berada. Di Jembrana terdapat beberapa tempat yang sudah dikenal sebagai sirkuit tempat penyelenggaraan makepung, misal saja yang terdapat di Tuwed, Pangkung Dalem, Delod Berawah, Awen, Merta Sari and Kaliakah. Aku sendiri pada waktu itu menyaksikan makepung yang diadakan di Desa Tuwed.
Saat itu aku cukup beruntung karena aku ditemani seorang sahabat yang memang tinggal di Jembrana, sehingga selain tidak seperti orang bingung di arena makepung, aku juga mendapat cukup banyak penjelasan mengenai tradisi ini. Terimakasih Bli Budi karena sudah menyempatkan waktu menemani aku sewaktu aku nyasar ke Jembrana untuk melihat makepung 🙂 . Ya, Bli Budi, atau lengkapnya Budi Arnaya, adalah seorang fotografer handal dan juga blogger aktif pemilik akun ceritabudi.wordpress.com.
Istilah makepung sendiri diturunkan dari kata dasar ‘kepung’ yang berarti mengejar. Lho koq bukan pacu? Ya. karena penentuan pemenang dalam makepung tidak ditentukan oleh siapa yang terlebih dahulu masuk ke garis finis. Jika sepasang kerbau yang berlari mengejar pasangan kerbau di depannya bisa memperpendek jarak, maka pasangan kerbau yang di belakang tersebut sudah cukup untuk dinyatakan sebagai pemenang. Di samping itu, dalam makepung tidak dikenal adanya babak penyisihan segala. Jadi untuk tiap makepung, pasangan kerbau hanya sekali saja berlaga di lintasan. Hal ini disebabkan karena makepung merupakan lomba antar kelompok. Jadi kelompok mana yang paling banyak memiliki pasangan kerbau yang menang, akan otomatis menjadi pemenangnya. Biasanya sih cuma ada dua kelompok yang dicirikan dengan warna bendera yang dipasang di kereta yang dihela oleh pasangan kerbau yang berpacu itu, merah dan hijau.
Jika menyaksikan makepung, pelancong tidak hanya menyaksikan kemeriahan kerbau-kerbau yang beradu cepat di lintasan, melainkan juga bisa menyaksikan “ketampanan” kerbau-kerbau itu, karena tiap kerbau peserta makepung, yang disebut sebagai kerbau pepadu, akan dihias dengan bunga atau mahkota dan selendang.
Sebetulnya ada sejenis makepung yang justru dikatakan merupakan cikal bakal makepung seperti yang kita kenal sekarang ini. Makepung tersebut tidak dilaksanakan di lintasan kering seperti yang aku sampaikan di tulisan ini, melainkan dilaksanakan di sawah berair yang belum ditanami padi. Makepung yang demikian disebut sebagai makepung lampit. Dalam makepung lampit, kerbau-kerbau tidak dihias semeriah dalam makepung kering, selain juga tidak menghela kereta kayu. Kalau ingin tahu mengenai makepung lampit, coba saja berkunjung ke blognya Bli Budi yang kebetulan hari ini juga menurunkan tulisan mengenai makepung lampit itu di sini.
Nice post!!!
Thank you, Rexlin
Beautiful images… Great colors and action…
Thank you, Sreejith
Unusual photos!
Thank you, Sabatowka. It is the unusual ones that we seek, isn’t it? 🙂
Oh yes.
🙂
Wahhhh ulasan yang lengkap om…..terima kasih banyak telah menuliskan ini..cuman satu yang kurang Om..kata2 fotografer handal itu hihihi….belum sehandal Omlah…
Lain kali ada kesempatan giliran saya yang berkunjung Om hahahah…salam Jepret dan salam bloging om
Ah Bli Budi suka merendah aja nih. Ayo aja, kalau jadi ke Jakarta jangan lupa ngabarin ya
Siiip Om..semoga apa yang kita rencanakan bisa dikabulkan…saya pasti hubungi OM…daripada nyasar kwkwkwkwkw
Sip, ditunggu Bli
Chris – What fun and another set of great pictures. I can hardly wait for Tom to wake up and tell him I have a blog/photos on buffalo races to share with him. I’m counting on gleeful chuckles from that remark alone. He had a terrible night and I’m so thankful for discoveries in the blog world where he’ll not only appreciate the work that goes into the photographs but also give him something to concentrate on. The other day he said he thought he ‘might’ be up to learning another language and yours is on the list of possibilities. I can’t remember if I mentioned to you but I had out IT guy set up one of our high resolution TV screens (I forget the size but take it for me – it wouldn’t be in our bedroom if it weren’t that Tom has to spend so much time propped up in bed). With the huge television screen he can see the full blog with ease.
Thank you, Sheri. I’ll be very happy if my blog can help Tom in one or other way. I always bring Tom and also you in my prayers.
Thank you, Chris.
You’re most welcome, Sheri
These Buffalos are really elegant – beautiful animals the way, they put their hooves!
And interesting images, of course. 🙂
Yup, elegant and also powerful in the same time. Thanks, Puzzle 🙂
Selain kerbaunya tampan, ulasan tentang Makepungnya juga tak kalah tampan, Om!
Foto2 elok juga, serasa ingin kembali ke desa begitu…
Sukses om, kmana aja tak tampak..
Terimakasih, Mas Hasan.
Lho aku selalu ada koq, Mas Hasan nih yang menghilang 😀
Haha..apa aku yang salah, ya..ad kok..
He he he . . jangan-jangan karena kita asyik main petak umpet, Mas
Nah, bisa jadi..bisa jadi..mas..
He he he . . . 😀
Smangat ah, Om!
Harus dong 🙂
Cippp..
Such lovely photos ! !
Thanks, Renx 🙂
kalau di sumbar dikenal dengan pacu jawi.. malah adalagi pacu itik
Iya Ajo, mudah-mudahan tahun ini aku berkesempatan menyaksikan pacu jawi sekaligus pacu itiak juga di sana
Kekayaan tradisi makepung yang dinarasi apik lengkap oleh Pak Krish. Semangat dan keagungan ritual diabadikan melalui ketajaman rasa dalam foto-foto. Hari ini sangat menikmati makepung dari makepung lampit di rumah Bli Putu lanjut di sini. Terima kasih Pak, berbagi kekayaan budaya Nusantara. Salam
Sama-sama Bu, iya kebetulan bisa ngepaskan dengan postingan senada dari Bli Budi
wah ini dia… cakep waerna-wernina…
Kalau ini memang aslinya juga cakep warnanya, Dhave
mantraaap Om KRis
Thanks ya Dhave 🙂
kalo di madura, sapi yg mau dipake lomba dicekokin jamu2an om. plus mereka dijaga bener kesehatannya. bahkan ada perawatan tubuhnya. kalo di jembrana begitu juga kah kebonya?
Iya sama koq, malah sampai dipijitin segala kebonya
I’ve never heard of this tradition before. I love how ‘Balinese’ the buffaloes are with those ornate head decorations. I guess being Bali, nothing would go without decoration. 🙂
Now you’ve heard it here, Bama 🙂
Yup, I agree, for Balinese, everything will be artistic
Nice post… and Buffalos are looking really wonderful with vibrant colors 🙂
I agree, Amresh although I haven’t noticed it before, buffaloes are indeed wonderful with vibrant colors
pertama liat foto yang ada diotak aku karapan sapi madura , ternyata salah ya makepung jembrana..
selalu seru melihat atraksi seperti ini dan yang pasti kebersamaan itu begitu terasa,saling teriak memberi semangat *eh itu kalo aku disana 😀
dan om crish ini selalu beruntung bisa menyaksikan secara live 🙂
Memang mirip sama karapan sapi, tapi banyak juga perbedaannya. Yang pasti beda, makepung pakai kerbau bukan sapi. Dan betul, kalau di sana memang seru, selain memberi semangat juga ketawa bersama kala ada yang konyol. Sebetulnya aku gak selalu beruntung koq Wiend, masih banyak event menarik yang terlewatkan karena satu dan lain hal. Tapi untuk yang bisa aku hadiri, ya dinikmati sepuasnya 😀
What a lot of fun, Chris. Great pics! 🙂
Yes it was. Thanks, Sylvia 🙂
Foto/Jepretannya bagus-bagus saya suka sekali… 🙂
Asyik ya mas.. kerbaunya ada keretanya, ngebayanginnya seperti mau berangkat perang..
Terimakasih, Mas.
Kalau aku malah kebayang film Benhur dulu, cuma di situ keretanya ditarik kuda 🙂
Hiasan buat Kerbau nya keren-keren deh. kalo ditempat aku cuma ada pacu kuda aja. 😀
Iya betul, hiasan di kerbaunya memang bikin acara ini tambah menarik.
Ngomong-ngomong domisili di mana, Mas? Pacu kuda menarik juga 🙂
Keren banget nih mas. Warnanya mateng semua!
Iya mateng, untung ngangkatnya pas tuh, kalau gak kan bisa gosong ya 😆
Kebakar mas kalau istilah masih pake film:))
Kan sekarang udah gak pake filem 😛
ini spt karapan sapi di madura itu ya mas Cuma hewannya beda 😛
Mirip tapi beda, Mbak
Kerbaunya memang tampan2 sekali pak….alternatif lain disamping karapan sapi di madura. Makasih infonya pak 🙂
Sama-sama, Yus. Sebetulnya kalau mau buat alternatif, masih ada satu lagi lho yang mirip, itu pacu jawi di Sumatera Barat
iya pak, pacu jawi juga penasaran. Dulu ke sumatra barat pas gak bertepatan dengan jadwal pacu jawi. next time mungkin pak
Tahun lalu juga aku kelewatan tuh event pacu jawinya, Yus. Mudah-mudahan bisa dapat tahun ini.
Strong spirit is well captured through the pictures 🙂
Thanks, Mbak 🙂
Beautiful pictures! They have such an amazing color! 😀
I’ll be back here soon 😉
Thank you, Lais 🙂
Wah..ha ha ha.. bener juga. Kerbaunya jadi tampan tampan rupanya, Pak Chris. Penunggangnya aja nggak dandan sampai begitu ya, Pak.
Fotonya bagus-bagus Pak.
Nah bener kan? 😀
Soal penunggangnya, aku lihat hanya ada satu yang dandan habis dengan pakaian tradisional Bali, Mbak
unik banget Makepung ini om 😀 juaranya justru yg berada di belakang si nomor satu 😀 dandanannya pun keren. Wiih..
Yup, unik dan perlu dilestarikan. Eh Mes, itu yang belakang baru bisa menang kalau bisa memperpendek jarak dengan yang didepannya lho ya, kalau gak bisa ya tetap aja yang menang yang didepannya 🙂
Foto nya keren2 kakak, btw karapan sapi ini ternyata bukan hanya di madura tapi di tempat lain juga ada dengan nama yg berbeda 🙂 Harus terus dilestarikan warisan ini hehhe
Iya Mas Cum, serupa tapi tak sama dengan yang di Madura. Eh di Sumatera Barat juga ada lho. Dan memang betul harus dilestarikan nih supaya anak cucu kita masih bisa menikmatinya juga
Di Aceh ada enggak ya pesta rakyat seperti itu?
*berpikir keras
Hmmm, sepertinya tidak ada. Di Aceh, kalau mau musim panen itu biasanya petaninya masak besar, dan makannya rame2 di tengah sawah di balai-balai. Kami bilangnya di rangkang (balai-balai di tengah sawah). Dan menu utamanya itu kuah pliek. Kuah khas Aceh. Isinya bermacam-macam sayur, dimasak pakai santan. Ada yang dikasih udang juga. Nanti jadinya kuahnya kental, warnanya agak kehijauan. Rasanya lezaaaat. Apalagi makannya siang-siang pakai nasi hangat dan ikan asin. Jadi lapar hahaha
Wah Risma bikin aku juga ketularan lapar nih 😀
😀
He he he . . . cuma diketawain, kirain sih mau ditawarin nyobain kuah pliek 😛
Baru tahu kalau di Bali ada kayak gini. Kerbaunya cakep2! 😀
Iya, tapi jangan ditaksir lho ya 😆
Pingback: Gloomy afternoon in a beach threatened by abrasion | Krishna's Pictures and Notes
You have lovely pictures on your blog, I love the colors and everything. Also, the idea of writing in two different languages is pretty good. You rock! 🙂
Thank you, Ahmed 🙂
salam kenal kunjungi balik blog kami 🙂
Hello salam kenal juga. Pasti aku akan berkunjung balik. Terimakasih ya sudah mampir di sini 🙂
Berapa kali event tersebut digelar dalam setahun mas ?
Kayaknya perlu masuk Bucket List nih… 🙂
Event ini lumayan sering digelar koq Mas, biasanya setelah panen akan banyak event seperti ini dan finalnya sekitar bulan November seperti yang aku hadiri ini
Beautiful adornments. Awesome post and fabulous captures of such an interesting event.
Thank you 🙂
Pak … aku baca tulisan ini sampai 3 kali … soale masih bingung itu sama hewannya. Dari awalnya aku langsung mbayangin itu adalah sapi. Tapi koq lama-lama jadi aneh sendiri… Ternyata itu bukan karapan sapi, tetapi kerbau ya…
Lho iya, yang di Jembrana ini balapan kerbau, Mas. Kalau karapan sapi cuma di Madura deh kalau aku gak salah
Jembrana itu di bali kan pak yah ?
Ngeri aja pak kalau kerbaunya sampai ngamuk.
He he he, pasti larinya nggak bisa kenceng yah pak
Iya Mas, Jembrana di Bali Barat.
Soal kerbau ngamuk . . . pas event yang aku hadiri ini ngamuk sih gak, tetapi larinya keluar jalur dan nyosor ke arah penonton, bahkan ada yang sampai masuk ke parit segala. Seremnya ya serem juga. Kalau sampai keseruduk atau ketabrak pasti bakal masuk rumah sakit itu karena selain kerbaunya besar, kondisinya kan juga sedang lari kencang.
salam kenal mas.
saya cuma ingin memberitahukan bahwa ada pempat yang asik untuk liburan jan berwisata, selain tempat yang indah dan masih hijau, kami juga akan menyuguhkan paket wisata untuk melihat tradisi pacu itiak di sumatra barat.
kunjungi kami, RAIN BOUND TRIP : EAT, SHOOP, TRAVEL terima kasih
Salam kenal juga Mas, terimakasih sudah berkunjung.
Terimakasih juga untuk infonya, nanti aku akan kontak Mas kalau sudah pasti akan kesana 🙂