Posts Tagged With: sunset

Sunset over a valley

Bali . . . an island in Indonesia, was known for its culture and also its pretty landscape. And for that, many people came from around the world to spend their time enjoying Bali. Most of them, however, tend to visit only temples, beaches, waterfalls, and rice fields. Not many that came to Bali’s hills and highlands on purpose although the mountain areas were also great places to enjoy.

On my trip to Bali at that time, as I planned before, I spent time at one of Bali’s mountain area which was known as Munduk area. I went there just to feel the cool climate as well as visiting some waterfalls and the twin lakes known as Lake Buyan and Tamblingan.

Anyway, one afternoon, after visiting the lakes, I was on my way down to the nearby town to look for some dinner, when suddenly I saw an opening on the left of the road, from where I could see the sun that already started to set over a valley. Not want to miss such a view, I stop on the road side and enjoying the show. Here, through my post this time, I’d like to share what I saw to you so you can also enjoy it. Hope you like them.

For you who also want to go to Munduk area when in Bali, Munduk was located in Central Bali region. From Denpasar, it took approximately 2 hours drive on a relatively good road. It would be better if travelers used a rental car instead of any public transportation, so travelers could stop anywhere to get a perfect spot to enjoy the scenery without doubt to get any vehicles to move to other spots, as public transports were not easily found there.–

Keterangan :

Rasanya hampir nggak ada orang yang nggak tahu Bali, sebuah pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan juga budayanya. Karena itu pulalah banyak pelancong yang datang menghabiskan waktu mereka untuk menikmati keindahan Bali. Sayangnya, hampir semuanya cenderung hanya berkunjung ke pantai-pantainya yang memang sudah terkenal dengan keindahannya, sebagian lain berkunjung ke berbagai pura yang tersebar di seantero Bali, ada pula yang sengaja berkunjung untuk menikmati keindahan sawah berundak di daerah pedesaan ataupun menikmati kesegaran air terjun. Tetapi masih sedikit yang datang untuk menikmati keindahan panorama pegunungan di Bali, kecuali kawasan pegunungan yang sudah cukup kondang seperti Kintamani. Padahal, daerah pegunungan di Bali bukan hanya Kintamani.

Dalam perjalananku yang terakhir ke Bali, aku sengaja menujukan langkahku ke daerah pegunungan, kali ini daerah Bedugul yang jadi tujuanku. Yah sekali-kali merasakan udara sejuk di Bali lah, jangan cuma menikmati udara pantai yang kadang lumayan gerah aja.

Dan sore itu, dalam perjalanan turun dari Danau Tamblingan, aku melewati daerah Munduk. Ketika itu hari sudah menjelang sore. Jalanan juga tidak terlalu ramai sore itu, ketika tiba-tiba di sisi kiri jalan aku melihat Sang Surya sedang bersiap kembali ke peraduannya dengan sinarnya yang keemasan masih menyinari lembah di bawahnya. Sontak aku menepi dan turun untuk menikmati keindahan yang tersaji.

Pada postingan kali ini, aku akan share juga apa yang aku lihat sore itu di daerah Munduk, sehingga teman-teman juga bisa ikut menikmatinya.

Bagi teman-teman yang ingin menikmati langsung keindahan saat-saat matahari terbenam di daerah Munduk, teman-teman dapat mencapai daerah ini dengan berkendara selama lebih kurang dua jam dari Denpasar. Nah kalau ke sana itu, kalau boleh aku sarankan sih sebaiknya teman-teman pakai kendaraan sewa saja meskipun ada juga transportasi umum yang lewat sana. Bukan apa-apa, tapi kalau teman-teman pakai kendaraan sewa, teman-teman bisa kapan saja atau dimana saja berhenti tanpa kuatir bakal bingung mencari kendaraan lagi ketika akan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Maklum, kendaraan umum yang lewat sana belum banyak juga.–

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , | 15 Comments

Back to Oro Beach

That afternoon I re-visited a pretty and tranquil beach located not too far from Tambolaka the main city of Sumba Barat Daya Regency. The beach was known as Oro Beach.

The 14 kilometers road from Tambolaka to the beach was quite good and the traffic was pretty empty, but travelers should be aware of any cattle that shared the road with vehicles 😁; and that was the main reason why travelers needed about 1 hour drive for such a short distance.

As it was mentioned before, that time was the second time I visited Oro Beach, and I’d already written a short article about my first visit to Oro Beach which could be read in here; so this is just a complement to my first article.

Oro Beach was on the north west of Sumba, and made it a nice place to enjoy sunset. Not many people came to the beach, aside of that short corral cliffs bordering the beach area which in turn made the pretty beach became as if isolated from the outside world and made Oro also became the perfect place for them who love tranquility.

When the tide is low, the beach became the perfect place to do many outdoors activities. Travelers could spend their time just by enjoying the tranquil atmosphere or . . . for them who prefer to do some exercise for their muscles, they could run or just strolling along the long coastal area covered with white sands.

For me . . . I was back there to enjoy sunset again as I found out that the vista was amazing.

Unfortunately sad news struck my ears as soon as I reached Oro Beach at that time. Lukas, the owner of Oro Beach House, whom I met and had chat in a friendly manner just passed away a week before I came there. Farewell my friend, you know that I’m happy that we ever crossed paths. May you rest in peace 😢 .—

Keterangan :

Suatu sore di pertengahan Maret lalu, kembali aku sudah dalam perjalanan menembus rinai hujan yang membasahi bumi Sumba yang biasanya kering menuju ke Pantai Oro. Entah mengapa, dalam kunjunganku ketika itu ke Sumba, hujan sering kali turun mengiringi perjalananku. Ah . . mungkinkah alam juga sedang bersedih karena berpulangnya Lukas, seorang pria ramah yang bersama Siska istrinya, mengelola sebuah penginapan bernama Oro Beach House? Aku jadi teringat ketika pertama kali aku ke Pantai Oro beberapa tahun lalu, setelah berjalan-jalan dan mengabadikan keindahan sunset dari tepi pantai, aku diterima di rumah Lukas dan Siska, kemudian ngobrol dengan seru seolah aku bukan orang asing bagi mereka berdua. Ah . . . ternyata ketika aku ke sana lagi yang aku temukan hanyalah pusaranya yang masih memerah. Selamat jalan Lukas, semoga sekarang engkau sudah berbahagia bersama Tuhan di surga 😢

Seperti sudah aku sampaikan di atas, perjalananku kali ini ke Pantai Oro yang terletak tidak terlalu jauh dari Tambolaka (ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya) itu bukanlah kali yang pertama. Tulisanku yang bercerita mengenai kunjunganku sebelumnya bisa dibaca di sini. Karena sudah pernah aku tulis sebelumnya, tulisanku kali ini hanyalah sedikit melengkapi tulisan terdahulu, disamping juga menyertai beberapa foto yang sempat aku ambil dalam kunjungan kali ini, karena meskipun rintik hujan meyertai perjalananku, tetapi begitu aku sampai di pantai, sang surya yang sedang bersiap menuju ke peraduannya menampakkan wajah cemerlangnya.

Pada kesempatan ini, aku sempat menjelajah kawasan Pantai Oro ini agak jauh. Arahnya kali ini mengarah ke kiri dari arah jalan masuk ke pantai. Jadi mengarah ke barat, menyongsong arah terbenamnya sang surya.

 

Ternyata di sebelah barat pantai, pemandangannya sedikit berbeda jika dibandingkan dengan di sisi timurnya. Di sebelah barat ini sebagian pantainya ada yang berkarang. Tampaknya hamparan karang di pantai ini akan tertutup air laut ketika waktu pasang, karena permukaannya di lapisi semacam lumut yang lembut. Permukaan karang-karang itu sendiri juga tidak rata, beberapa bagiannya cekung dan berisi air laut. Kadang ada juga ikan-ikan kecil yang terjebak di dalam ceruk-ceruk itu. Dan karena selalu dibelai ombak yang tak hentinya berkejaran menuju pantai, permukaan karang itu tidak lagi tajam, apalagi di bagian yang ditumbuhi semacam lumut itu; rasanya lembut seperti sedang berjalan di atas karpet.

Ah sudahlah, nanti jadi panjang lagi tulisan ini 😝

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , , | 12 Comments

When the sky’s color turned into flaming orange

That afternoon, most of the South Western Sumba area was wet. Hard rain was pouring the usually dry island which was located in East Nusatenggara Province, Indonesia, since before noon. The usually hot and dry air turn into relatively cool; and made people preferred to stay in their home rather than in the open. For me and my travel partner, the rain made us worried since we planned to go to Pero Beach which was boasted as a beach with the best sunset in the area.

Fortunately, at around 2 PM, the rain began to subside. So hurriedly we ran to the car and off we went to Pero. We need to be in a hurry because the distance was quite long. It took us about 1.5 to 2 hours drive from Tambolaka, the city where we stayed in our trip that time.

Pero Beach was located in a fishing village called Pero Batang (also called Pero Kodi). The beach had a long coastal line which was a combination of a sandy beach and a coral beach. The sandy part was located closer to the village, while the coral area covered the shore. So traveler should step on the sharp corals whenever they want to go to the sea. It was quite difficult to walk on the corals because of the contours. One should wear a thick soled shoes or sandals to walk on it to avoid hurting their feet.

The coral in the part which was continuously hit by the waves was quite smooth. Waves also made many big holes which filled with water. I saw many tiny fishes and sea creatures were trapped on the holes and they had to wait for the high tide before they can be freed from those basins. In some parts a kind of green algae covered the surface like a soft green carpet.

Well . . .I did not have to wait for long before the natural show presenting the a stunning sunset began. In the west, the sky gradually turned flaming orange when the big fiery ball begin its final approach to the horizon for a rest before it raised again in the east the next morning.

Thank God, you gave us a chance to witness one of your great shows. The rain that poured the area was one of your gift to Sumba and also for us, as the rain cleared the air and made the sunset more brilliance.—

Keterangan :

Siang menjelang sore itu aku masih bermalas-malasan di kamar hotelku. Hujan yang turun sejak pagi menjadi penyebabnya. Memang nggak terlalu deras sih, tapi karena durasinya yang cukup lama, cuaca yang biasanya panas berdebu berubah menjadi sejuk. Tetapi aku bermalas-malasan bukan hanya karena udara yang sejuk saja, melainkan karena aku juga nggak tahu harus ngapain. Nggak mungkin juga kan aku jalan ke pantai untuk menikmati saat-saat terbenamnya matahari kalau hujan masih turun?

Ya . . . sebetulnya sore itu aku berencana untuk ke Pantai Pero yang konon merupakan salah satu pantai di Sumba yang menyajikan sunset yang paling indah.

Untunglah sekitar jam 2, hujan mulai mereda. Awan gelap yang semula kelihatan tebal bergulung-gulung mulai buyar tertiup angin dan menampakkan langit yang biru. Aku dan partner jalanku dengan segera bergegas mengemasi barang-barang kami dan langsung berjalan menuju ke kendaraan yang sudah siap untuk membawa kami berdua ke Pantai Pero. Memang kalau dipikir-pikir waktu terbenamnya matahari masih lama sih, tapi perjalanan dari Tambolaka ke Pantai Pero yang lumayan jauh membuat aku dan partner jalanku harus bergegas. Dari Tambolaka ke Pero ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam, paling cepat juga 1.5 jam kalau pas jalanan sepi. Jalannya sendiri sih sudah lumayan bagus, hanya ketika sudah masuk ke Desa Pero Batang (ada juga yang menyebutnya Pero Kodi), jalanan sedikit menyempit dan tidak sehalus jalan raya sebelumnya. Pantai Pero memang masuk dalam wilayah Desa Pero Batang, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Pantai Pero yang menghadap langsung ke Samudera Hindia memiliki bentang pantai yang lumayan panjang. Pantainya cukup unik karena ada yang berpasir ada pula yang berbatu-batu karang. Bagian yang berpasir terletak lebih jauh dari bibir pantai. Jadi kalau mau menuju ke laut, para pelancong harus melalui bagian yang berkarang setelah melewati bagian yang berpasir tadi. Hamparan karangnya cukup luas dan konturnya tidak rata. Hal tersebut cukup menyulitkan kita melangkah. O ya, kalau ke sana, jangan lupa memakai alas kaki yang lumayan tebal. Hal ini perlu untuk menghindari terlukanya kaki kita karena karang yang harus dilewati untuk menuju ke bibir pantai lumayan tajam. Belum lagi di sana banyak pecahan botol juga. Partner jalanku sempat jadi korban, kakinya terluka karena terkena pecahan botol yang menembus sandalnya 😦

Untunglah mendekati pantai, hamparan karangnya makin halus akibat terkena gempuran ombak yang terus menerus. Di beberapa tempat ombak membuat ceruk-ceruk di permukaan karang yang menyerupai baskom. Ceruk-ceruk itu berisi air yang cukup jernih. Beberapa ceruk cukup lebar sehingga memungkinkan pelancong untuk duduk berendam di dalamnya :P. Aku juga melihat di beberapa ceruk itu ada ikan dan berbagai makhluk laut yang terjebak di sana. Mereka harus bersabar sampai tibanya air pasang yang akan membebaskan mereka dari kungkungan ceruk itu kembali ke laut lepas.

Di beberapa bagian, hamparan karang dan tepian ceruk dilapisi oleh sejenis ganggang yang menyerupai karpet hijau. Ombak yang nggak hentinya berkejaran menuju pantai dan menghantam karang kadang membuat semburan air yang cukup tinggi ke udara. Derasnya ombak membuat mereka yang ingin bermain air harus ekstra hati-hati. Kombinasi ombak yang deras dan hamparan batu karang yang di beberapa bagiannya runcing itu cukup membahayakan kan?

Balik ke soal saat-saat matahari terbenam . . . sore itu aku dan partner jalanku kebetulan nggak perlu menunggu terlalu lama. Langit di ufuk barat perlahan tapi pasti berubah warna dari biru menjadi oranye kemerahan mengiringi sang bola raksasa yang tampak dengan jelas turun per lahan-lahan ke balik horizon dengan anggunnya untuk berisitirahat setelah seharian bertugas.

Terimakasih Tuhan atas kesempatan yang Kau berikan kepada kami untuk ikut menyaksikan pertunjukan agung yang Kau rancang dengan indahnya berbonus selendang tujuh warna yang kau bentangkan di langit timur. Hujan yang kau tumpahkan seharian itu selain merupakan anugerah untuk Pulau Sumba yang biasanya kering, juga sekaligus membersihkan udara sehingga saat-saat terbenamnya matahari sore itu menjadi lebih indah.–

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , , , | 19 Comments

Create a free website or blog at WordPress.com.