A beach with no sands (almost)

On my journey to Pelaihari, South Kalimantan, Indonesia, I visited many beaches. One of the beaches was known as Tanjung Dewa Beach. It bore the name because the beach was located in Tanjung Dewa Village, Tanah Laut District. The distance from Banjarmasin was approximately 100 kilometers to the south; about 2 to 3 hours drove depended on the traffic situation. The road to the beach was quite good at that time.

img_ptd02

Tanjung Dewa Beach was a unique beach. When almost all beaches were sandy beaches, Tanjung Dewa Beach was not a sandy beach; at least only a small part of the beach was a sandy beach. Travelers could call Tanjung Dewa Beach as a rocky beach, instead. Yes . . a rocky beach. No, it was not a corral beach. It really a rocky beach as the hard materials which formed a beach was more similar to limestone than corrals. They were more like the structure of hardened lava. Perhaps it was caused by a massive earthquake eons ago which made the rocks in the earth’s mantle thrust out to the surface and formed the island.

img_ptd11

img_ptd17

Anyway, the rocks formation at the beach somehow made the beach had a unique landscape, which in turn when it combined with the row of mountains in the distance made the view was quite pretty. Some trees which grew literally on the rock surely added something to the beach pretty landscape.

img_ptd04

And even the water looked quite calm; it was still dangerous for people who wanted to swim at the beach. The risk that the swimmer could be smashed or even just knocked to any rocks at the beach was quite high. More than that, the water was not too clear. So . . . please stay safe and throw away your intention to swim there  😛

Off the shore there was a small island known as Datu Island. Many people came to the island to visit the tomb of Datu Pamulutan, a man who believed to be the first to spread Islam to the locals. It was also believed that long time ago Datu Island was not an island. It was a part of Tanjung Dewa Beach. Nowadays, people had to use a boat or a sampan to visit the island.

img_ptd08

At the beach some sampans were moored. The sampans were owned by locals that mostly made a living as fishermen. In their spare time, however, the sampan owners also offered travelers who wanted to go to the island to use their sampans, with a fee, of course.

img_ptd10

Tanjung Dewa Beach was not developed as a tourist destination in the area, yet. There was no such an entrance ticket to be paid as usually happen in any tourist destinations. Travelers who visited the beach only needed to pay a small amount of money to the locals who kept guard of travelers’ vehicles that be parked in a so called parking area close to the beach.

There were no other public utilities in the area, too. Travelers who needed to use toilets, for example, could use the toilet in one of the houses in the area. There were also no restaurants, only some people offering refreshments and salty fishes produced by locals.

Even so, I heard that the condition of the beach when I visited was way better than before. Hope that the beach condition would always be better and cleaner without sacrificing the beach ecosystem. By developing the beach area, the locals would also get the benefits, wouldn’t they?  😎

img_ptd05

img_ptd18

Keterangan :

Di antara beberapa pantai yang aku kunjungi ketika aku jalan-jalan ke Pelaihari, Kalimantan Selatan, ada satu pantai yang menurut aku cukup unik. Bagaimana tidak, jika hampir semua pantai merupakan pantai yang memiliki hamparan pasir yang lembut, bahkan beberapa pantai memiliki hamparan pasir yang luas, tidak demikian dengan pantrai yang satu ini. Di sana bisa dibilang nggak ada pasirnya, ya ada juga sih sebetulnya, tapi cuma di sebagian kecil wilayah pantai. Yang sebagian besarnya merupakan wilayah bebatuan. Bukan pantai berpasir yang di sana sini terdapat batu-batuan lho ya, tapi memang pantainya terdiri dari batu. Betul-betul batu bukan karang.

img_ptd01

Dari beberapa foto yang aku sertakan di sini, rasanya kelihatan banget strukturnya yang berbeda dari struktur batu karang kan? Yang ada di pantai ini adalah bebatuan yang lebih mirip lahar yang telah membatu. Mungkin memang di jaman dahulu di daerah itu pernah terjadi gempa bumi dahsyat yang menyebabkan bebatuan di bawah permukaan bumi terdorong ke atas, bahkan sampai mengoyak permukaan bumi; dan ketika gempa tersebut mereda, bebatuan yang bertonjolan keluar tersebut tidak tertarik lagi ke bawah permukaan bumi.

img_ptd12

img_ptd16

Tapi . . . ya nggak apa juga sih. Bebatuan yang ada di pantai tersebut sekarang selain menjadi ciri khas dan keunikan pantai itu, juga membuat pemandangan di pantai tersebut indah. Apalagi ketika bebatuan yang ada itu dipadukan dengan deretan pegunungan yang biru kehijauan nun jauh di sana berlatarkan langit yang membiru dengan gugusan awan yang berarak seolah berlayar menyeberangi bentang langit.

img_ptd09

Eh iya, sedari tadi belum aku sebutkan nama pantainya rupanya 😛. Pantai yang aku ceritakan di sini dikenal dengan nama Pantai Tanjung Dewa. Bisa jadi namanya itu disebabkan lokasinya yang terletak di Desa Tanjung Dewa, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut. Jaraknya dari Banjarmasin kurang lebih 100 km mengarah ke selatan. Ya kira-kira 2 atau 3 jam berkendara gitu, tergantung dari kondisi lalulintasnya.

Pantai Tanjung Dewa menghadap ke selatan, yaitu ke Laut Jawa. Itu sebabnya ombak di Pantai Tanjung Dewa relatif tenang. Meskipun demikian, tetaplah sangat berbahaya kalau ada yang berenang di sana. Kemungkinan terhempas ke bebatuan yang membentuk bibir pantai, atau paling sedikit benjol karena ke jedot di batu-batuan itu masih sangat tinggi. Jadi . . . buang jauh-jauh ya keinginan buat mandi-mandi di pantai itu. Lagi pula, airnya nggak jernih koq. Mendingan foto-foto narsis aja kalau ke sana karena pantainya cukup banyak menawarkan sudut-sudut cantik yang bisa dijadikan latar belakang foto-foto kalian  ❤

img_ptd03

Tidak jauh di lepas pantainya, terdapat sebuah pulau kecil yang dikenal dengan nama Pulau Datu. Konon dahulu pulau itu masih menyambung dengan daratan Pulau Kalimantan, sehingga penduduk Desa Tanjung Dewa cukup berjalan kaki jika ingin ke Pulau Datu. Tetapi sekarang, mau nggak mau harus mempergunakan perahu karena Pulau Datu sudah betul-betul terpisah dari daratan Kalimantan. Tapi jangan kuatir koq, di Pantai Tanjung Dewa banyak terdapat nelayan pemilik perahu yang dengan senang hati akan mengantarkan para pelancong yang ingin ke Pulau Datu, tentu saja kalau harganya cocok ya   😛

img_ptd19

Para pelancong berkunjung ke Pulau Datu selain untuk bermain di pantainya, juga untuk berziarah, karena di sana terdapat sebuah makam yang dipercaya sebagai makam Datu Pamulutan, seorang ulama yang pertama-tama menyebarkan Islam kepada penduduk setempat.

Ketika aku ke sana, Pantai Tanjung Dewa belum betul-betul menjadi obyek wisata yang tertata. Belum ada karcis masuk ke area pantai seperti di pantai-pantai lain yang sudah tertata. Aku hanya dimintai sekedar uang parkir karena aku membawa kendaraan. Fasilitas umum belum ada. Buat mereka yang mau ke kamar mandi, beberapa penduduk setempat menyediakan kamar mandi mereka untuk bisa dipergunakan, tentunya dengan sedikit biaya yang menurut mereka akan dipergunakan untuk kebersihan dan pemeliharaan. Warung juga belum ada ya, tetapi ada beberapa orang yang menjual minuman ringan dan juga berbagai jenis ikan asin. Ya . . Desa Tanjung Dewa cukup terkenal sebagai penghasil ikan asin.

Meskipun demikian, menurut informasi yang aku dapat, kondisi Pantai Tanjung Dewa ketika aku kesana sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Tapi aku tetap berharap supaya pantai yang unik ini bisa ditata lebih baik lagi dan juga kebersihannya lebih dijaga. Tentunya penataan yang tidak sampai mengorbankan lingkungan. Keasrian dan keaslian pantai harus tetap terjaga. Bagaimanapun kalau pantai ini banyak pengunjungnya, penduduk setempat juga akan mendapatkan manfaatnya juga kan?   😎

img_ptd07

img_ptd06

img_ptd20

Categories: Travel Pictures | Tags: , , , , , | 21 Comments

Post navigation

21 thoughts on “A beach with no sands (almost)

  1. Those palm trees are beautiful! I really must go there.

  2. Bagi Pak Krish sang penyusur pantai selalu bisa merasakan, menikmati dan menyajikan keelokan setiap pantai persinggahan nih. Tatanan alam bebatuan pejal sungguh membentuk lansekap menawan. Terima kasih Pak, sajian pembuka di awal tahun ini. Salam pantai

    • Kebetulan nemu tempat indah ini ketika keluyuran di Kalimantan Selatan, Bu 🙂
      Dan iya, ini sajian pembuka di tahun 2017. Mudah-mudahan bisa tetap menyajikan sajian-sajian berikutnya dari berbagai tempat di negara kita ini

  3. biasanya kalau pantai jarang turis sampahnya tidak ada, btw Pantai Tanjung Dewa cakep ya bang chris

  4. Cakep bangat pantai nya pak Chris. Kondisi bebatuan seperti ini membuat pengunjung tidak bisa berenang dan menjadikan pantai ini malah lebih terawat dan bersih.

    • Nggak bisa berenang bukan cuma karena batunya, Lin, tapi airnya juga kecoklatan. Sedangkan untuk urusan kebersihan, itu relatif ya, karena tetap aja banyak yang datang buat nyebrang ke Pulau Datu selain juga pantainya dekat sama pemukiman

  5. maiyantiRina

    Foto nya keren-keren Pak.

  6. pantai berpasir sudah biasa … pantai berbatu seperti ini bener2 unik … jarang banget pantai seperti ini, pantai jadi lebih menarik … terutama untuk foto2 narsis ya mas Chris 😀

  7. Hey Chris
    just wonderful! Well done!
    Bye
    Rainer

  8. Please like or follow my blogs about travel and to all travelers lovers out there im a huge fan ^_^ i love exploring https://glenn367shimer.wordpress.com/

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: