Balikpapan was one of East Kalimantan Province’s main cities, which was also one of the fastest developing cities in Indonesia. It located on the east coast of Kalimantan Island, Indonesia; hence it has many beaches which in turn became the city’s places of interest that always been packed by locals as well as people came from the neighboring city of Samarinda who looked for a place to relax on weekend or holidays.
Talking about places of interest in the region, there were a lot, and not only beaches that attracted travelers to come to Balikpapan. One of those was known as Bukit Bangkirai Ecotourism Area. It was a real tropical rain forest area that covered a hill known as Bangkirai Hill. The hill was named Bangkirai because there were many Yellow Balau (Shorea Leavis) trees grew on the hill, even that kind of tree dominated the area. Yellow Balau or Bangkirai according to local tongue, was only found in Indonesia, Malaysia and the Philippines. The ones that grew on Bangkirai Hill was mostly more than 150 years old with the diameter of the trunk was around 2 meters. Most of them were more than 40 meters high.
So . . what was so interesting in the area that could attract people to come to Bangkirai Hill?
Well . . the one that most people seek was a canopy bridge that hung 30 meters above the forest ground, and the bridge was connected five big Bangkirai Trees.
To come to the area, travelers should drive for about 1.5 to 2 hours to cover the 58 kilometers distance from Balikpapan. It was located in Samboja Sub-district, in Kutai Kertanegara Regency. Once travelers came to the area, and parked the cars on the wide parking area, travelers could come directly to the ticket booth. After that, it was time to start your journey into the real tropical rain-forest of Kalimantan. Please not to worry; it was just a light trekking to the canopy bridge. The distance was about 1 kilometer which could be covered in about 15 minutes. Travelers just following a slightly ascending dirt path in the jungle, which in some parts travelers should walk over or under fallen trees; but mostly it was an enjoyable walk 🙂
Once travelers came under the canopy bridge, travelers should climb a wooden tower. Just climb slowly and keep your breath steady as there was no elevator to bring travelers 30 meters up to walk on the bridge.
When it came to the top, then it was time to challenge your gut to walk on the hanging bridge. Only one person was allowed to walk on the bridge at one time. So nobody could accompany or hold you once you start your walk on the swaying bridge.
Just walk slowly and enjoy the scenery. As travelers walk on a 30 meters high bridge, travelers could see how dense the forest was from high above. If it was lucky enough, travelers not only could feel the fresh forest air, but also heard the chirping of birds or even could see monkeys swaying from one branch to another.
The area was inaugurated on March 1998. It covered more than 1,000 acre tropical rain forest which still alive up till now. The main idea in settling Bukit Bangkirai Ecotourism Area was for biodiversity research, and also for training and education about Kalimantan’s tropical rain forest as well as for tourism. The canopy bridge itself was designed and made by the Canopy Construction Associates. It was said that the bridge was built in 1 month and designed to last for 20 years after construction.
So . . . do you brave enough to walk on the swaying canopy bridge that hung 30 meters above the gound? 😎 .—
Keterangan :
Balikpapan, salah satu kota besar yang ada di Propinsi Kalimantan Timur, dan terletak di pesisir timur Pulau Kalimantan. Karenanya tidaklah mengherankan kalau Balikpapan memiliki banyak pantai yang juga menjadi tujuan wisata bagi penduduk setempat, bahkan juga bagi penduduk Samarinda yang ingin bersantai di pantai pada akhir pekan atau pada hari-hari libur.
Nah . . kalau berbicara mengenai tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata di Balikpapan dan sekitarnya, sebetulnya ada banyak lho, dan bukan cuma pantai. Salah satunya adalah Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai yang terletak di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Sesuai dengan namanya, kawasan itu merupakan sebuah bukit yang tertutup hutan lebat dimana sebagian besar pohon yang tumbuh di kawasan itu merupakan pohon Bangkirai (Shorea Leavis). Menurut informasi yang aku dapatkan, pohon Bangkirai ini hanya tumbuh di Indonesia, Philipina dan Malaysia. Pohon Bangkirai merupakan pohon berkayu keras. Diameter pohonnya bisa mencapai sekitar 2 meter dengan tinggi di atas 40 meter. Apalagi yang tumbuh di Bukit Bangkirai, diperkirakan rata-rata sudah berumur 150 tahun. Kebayang kan betapa besar dan tingginya?
Nah . . . jadi apa yang menarik di sana? Tentunya bukan cuma melihat pohon-pohon Bangkirai yang besar-besar itu aja kan?
Memang sih orang datang ke sana bukan hanya pengen melihat pohon-pohon besar atau berjalan-jalan di dalam hutan saja; mereka kebanyakan ingin melihat dan menjajal Jembatan Tajuk atau Canopy Bridge yang tergantung 30 meter di atas tanah dan menghubungkan 5 batang pohon Bangkirai raksasa yang masih hidup.
Untuk mencapai kawasan wisata alam ini, pelancong akan menempuh perjalanan darat sepanjang kurang lebih 58 kilometer dari Balikpapan ke arah Samarinda. Biasanya jarak sejauh itu ditempuh antara 1,5 sampai 2 jam karena di bagian akhir, begitu mendekati lokasi, jalanan agak rusak. Paling tidak itu yang aku temui ketika aku ke sana.
Setiba di lokasi, pelancong diwajibkan membeli ticket terlebih dahulu sebelum mulai berjalan memasuki hutan. Perjalanan menuju ke lokasi canopy bridge harus ditempuh dengan berjalan kaki melalui jalan setapak yang sedikit menanjak. Di beberapa tempat jalanan terhalang pohon tumbang sehingga pelancong harus merunduk untuk lewat di bawahnya sementara di bagian lain pelancong harus melompati batang pohon yang melintang di jalan. Jarak yang harus di tempuh dari tempat parkir kendaraan kurang lebih 1 kilometer. Yah kalau jalan santai, kira-kira sekitar 15 menitan pasti sudah sampai di bawah jembatan tajuknya.
Sesampai di sana, kalau kebetulan sedang banyak pelancong lain, kita harus sabar menunggu giliran untuk naik ke atas menara kayu yang akan membawa para pelancong ke ketinggian 30 meter di atas tanah.
Nah . . kalau sudah tiba gilirannya, silahkan mulai mendaki anak tangga demi anak tangga. Pelan-pelan saja naiknya supaya nggak kehabisan napas sesampainya di atas. Maklumlah naiknya nggak pakai lift 😛
Sesampainya di atas, bersiaplah untuk menjajal keberanian dengan berjalan di jembatan gantung yang membentang di antara batang-batang pohon Bangkirai itu. Menyeberang di jembatan tajuk itu harus dilakukan satu per satu demi keamanan para pelancong sendiri, dan menyeberangnya nggak boleh lari ya. Berjalanlah dengan santai dan rasakan sensasinya ketika jembatan mulai bergoyang pada saat pelancong menapakinya.
Dari jembatan itu pelancong akan dapat melihat betapa lebatnya hutan di bawah kaki pelancong. Rasakan semilirnya angin yang membelai, dan juga dengarkanlah kicauan burung- burung liar. Kalau beruntung, pelancong akan bisa juga melihat kawanan kera yang berkejaran, berayun dan melompat dari satu pucuk pohon ke pucuk pohon lainnya.
Kawasan wisata alam yang meliputi hutan alam seluas lebih dari 510 Hektar ini diresmikan pada bulan Maret 1998. Kawasan ini dibangun sebagai tempat penelitian keaneka ragaman hayati yang ada di hutan hujan Kalimantan, juga sebagai tempat pendidikan dan pelatihan tentang segala sesuatu yang terkait dengan hutan hujan tropis, khususnya yang ada di Kalimantan. Selain untuk tujuan-tujuan ilmiah tersebut, kawasan ini juga dibuka untuk umum sebagai kawasan wisata alam. Jembatan tajuknya sendiri dirancang dan dikerjakan oleh Canopy Construction Associates yang memang ahli dalam pembuatan jembatan-jembatan tajuk di pelbagai tempat lain di dunia ini.Konon jembatan tajuk yang ada di bukit Bangkirai ini dirancang untuk bertahan selama 20 tahun sejak saat pembuatannya.
Jadi . . . berani mencoba untuk merasakan sensasi tersendiri ketika berjalan di atas pucuk-pucuk pohon di Bukit Bangkirai? 😎
keren banget! hijau hijau hijau dari atas kelihatannya… canopy brige nya keren!
Yup, memang keren. Makanya sedih kalau baca berita sekian hektar hutan terbakar atau dirusak hanya demi keuntungan segelintir orang.
Dulu cuma numpang lewat doang ternyata bagus ya pak
Iya, Win.
Buat aku bagus sih relatif, tapi sensasi jalan di canopy bridge-nya itu yang susah dicari di tempat lain. Apalagi kan ini canopy hutan hujan tropis yang asli
Selalu terhenyak kagum menikmati foto dan tulisan jembatan tajuk di Bukit Bangkirai ini. Untuk tantangan menyeberanginya, rasanya angkat tangan Pak….Terima kasih terwakili oleh Pak Krish nih.
Semoga dan semoga lestari rimba Borneo nan lebat ini. Salam hijau
Lho jangan menyerah dulu, Bu. Aku yakin kalau Bu Prih masih bisa koq. Ayo dicoba Bu kalau pas jalan-jalan ke Balikpapan. Masih ada dua tahun lagi lho ..
Amin, aku berharap yang sama untuk kelestarian hutan di bumi Borneo
Berpindah dari pohon yang tinggi satu ke pohon yang tinggi lainnya sambil mengamati dari ketinggian itu keren 🙂
Setuju banget, Mas, meskipun kadang deg-degan juga kalau angin bertiup agak kencang 😀
Wow, Nice journey!!!! So excited to about the bridge!!! Thanks for sharing!!!!
Thank you, Rexlin. You have to try when you get the chance . . 🙂
Sure 🙂 chris13jkt
🙂 🙂
Kutai Kartanegara sudah menyeberang sungai Mahakam yah… Kutai Kartanegara adalah salah satu kota tertua di Indonesia, kota bersejarah dan salah satu kota terkaya di Indonesia (koruptornya banyak juga). So sad .. #borneo
Yup, kota bersejarah juga. Sayangnya waktu itu aku blm berkesempatan melakukan wisata sejarah yang betul-betul wisata sejarah 😦
That’s really high!!!
You are truly on top…
I would like to experience such a view…
Hope the deforestation rate in this province is slowing down…
Even yesterday I have watched a documentary on the habitat loss of Orangutans…
When you say, the fastest growing city in Indonesia is in Kalimantan, it doesn’t sound good, right?
I hope the same with you, Sreejith. And yes, the Orangutans habitat loss was a big problem that break our heart 😦
As for the fastest growing city that is in Kalimantan, well … we can see it in both ways, I think.
Yes, that’s true…
Having good infrastructure for people is also as important as conservation of natural habitat, right?
Yup, you’re right, Sreejith 🙂
Wah keren banget. Terakhir jalan di kanopi di bodogol, itupun skrg dah ada yg rusaj. Ini jauuuuh lebih keren kayanya. Ini sampe sekarang masih ada ga? Maklum, mendengar banyaknya berita tentang makin mirisnya hutan2 di borneo.
Sekarang masih ada koq, meskipun kalau melihat dari umurnya, perkiraannya masih ada waktu dua tahun lagi untuk bisa menikmatinya. Entah setelah dua tahun itu apakah akan dibangun jembatan baru atau hanya akan ada perawatan besar saja
Waduh 2 tahun lagi ya. Musti cepet2 nabung ni buat kesono sebelum jembatannya ‘menghilang’
Mungkin juga nggak menghilang sih, tapi bisa jadi untuk sementara waktu bakal tutup untuk pemeliharaan
Mudah2an si begitu. Yang penting terus ada pemeliharaan dan terus terawat. Jangan sampai terbengkalai dan hilang.
Yup, setuju banget. Jangan sampai apa yang sudah ada hilang hanya karena kurang pemeliharaan
Ini keren banget. Semoga suatu saat dapat ke sana juga
Amin.
Aku yakin suatu saat Elsa pasti bisa sampai ke sana 🙂
Yes, I have it on my travel list. Hehe. Salam kenal 🙂
Great!!
Salam kenal juga 🙂
Eh ngomong-ngomong koq Elsa bisa sampai ke blog ku ini?
Tak tau haha. Kebetulan lagi berkelana aja liat2 blog orang tentang travel
Oh gegara jalan-jalan rupanya 😀
Tapi tetep aja aku mengucapkan terimakasih karena Elsa sudah menyempatkan mampir 🙂
Ada tiket masuknya gak ?
Berapa ?
Ticket masuk kawasan ketika aku ke sana kalau nggak salah Rp 3.500,–, tapi kalau mau naik ke canopy bridge-nya bayar lagi Rp 20.000,–
Owalah…kapan kapan saya ke situ.
Indah banget.
Iya Mas, memang indah. Dan sensasinya itu lhooo … 😛