Close to Wabula – the fishing village, there were some beaches. Well, it quite common for a fishing village to be close or even by the shore, wasn’t it? 😀
Usually, most of the beaches close to a village were dirty, but not the beaches close to Wabula. The farthest beach even more fascinating, since it was not only had clear water, but it also a place where hundreds of hermit-crabs roamed freely. The beach was called Lahunduru Beach.
The road to the beach was not clear enough, even in some parts tall grass covered the road and made my friend and I confused. And the closer to the beach, the more confused we were, because the road led us to a place that looked like a coconut plantation and not a beach. In fact it ended up in the plantation 🙄
At the end of the road, I got out from the car and walk to the beach which could clearly been seen from the place the car parked. It was a very short distance. And when I arrived at the beach, I found a very quiet beach. I had seen no other people in there except many hermit-crabs crawling and roaming freely at the beach. There were big and small hermit crabs with various shell shapes and colors.
The beach itself was a white sandy beach located at the farthest point of the area. Seem that nobody visited the area for quite a long time. There were no trashes except trashes swept to the beach by the calm waves. The water was quite clear and in the distance there were structures made by the local fishermen to catch fishes.
Close to the beach, there was a small cave which called Lahunduru Cave. According to some locals, the name of the beach was following the cave’s name, hence it called Lahunduru Beach. There was water in the cave. Seemed that in the past people climbed down to the cave to get fresh water which been used to water the field. I found a wrecked wooden ladder laid out at the bottom of the cave. I assumed that the locals used the ladder to fetch the water.
For them who like a tranquil atmosphere, Lahunduru Beach was a perfect place to come. But be sure to walk carefully at the beach to avoid stepping on tiny hermit-crabs 🙂
Keterangan :
Masih di pesisir timur Pulau Buton, dari Desa Wabula, aku mengarahkan kendaraan lebih jauh menyusuri garis pantai yang berada di sisi kiri jalan yang kadang tampak dan kadang tidak karena tertutup deretan rumah penduduk. Ya . . memang di sekitar Desa Wabula terdapat banyak pantai, tapi ini hal yang lumrah bukan? Perkampungan nelayan boleh dibilang selalu berada di tepi pantai atau sangat dekat dengan pantai. Hanya saja bedanya dengan beberapa lokasi perkampungan nelayan lain yang kebetulan pernah aku kunjungi adalah bahwa pantai di sekitar Desa Wabula bisa dibilang relatif jauh lebih bersih.
Kendaraan yang aku tumpangi terus melaju mengikuti jalan yang semakin lama semakin menyempit dan samar sampai ke wilayah yang tampaknya merupakan ujung dari daerah itu. Menurut penduduk Desa Wabula, di ujung sana terdapat sebuah pantai yang indah.
Memang sih perjalanan ke lokasi pantai itu tidak mudah karena di beberapa tempat jalanan sudah hampir tak berbekas karena tertutup hamparan rumput yang cukup tinggi. Dan semakin dekat ke arah yang dituju, baik aku maupun kawanku menjadi semakin bingung. Kalau sebelumnya hanya jalan yang tidak jelas karena tertutup rumput, kali ini yang membuat ragu adalah arah jalan yang tampak tidak menuju ke arah dimana seharusnya pantai berada (paling tidak menurut perkiraanku sih 😛), melainkan justru masuk ke perkebunan kelapa . . . dan bahkan jalannya betul-betul habis di tengah-tengah kebun kelapa itu 😯
Untunglah dari tempat mobil berhenti itu, tampak dengan jelas sebuah pantai berpasir putih. Jaraknya lumayan dekat sih, karenanya aku dan kawanku memutuskan untuk melanjutkan dengan berjalan kaki menuju ke pantai.
Sesampai di pantai, aku sempat tertegun melihat air laut yang relatif tenang dan jernih. Ombaknya sangat kecil sehingga hanya berupa alun yang membelai bibir pantai dengan lembut. Di kejauhan aku melihat bagan yang dibangun nelayan setempat untuk menangkap ikan.
Pasir putih aku lihat menutupi pantai diseling batuan karang di beberapa sudut. Ketika itu praktis tidak ada orang lain di sana selain aku dan kawanku. Wah . . . lagi-lagi impian memilik sebuah pantai pribadi seolah-olah terwujud di sini :D. Pantai yang belakangan aku tahu bernama Pantai Lahunduru itu memang sepi. Mungkin karena lokasinya yang tidak bisa dibilang dekat dengan pemukiman disamping juga tidak adanya angkutan umum yang menuju ke pantai tersebut. Dan karena sangat jarang yang berkunjung, maka sampah yang aku lihat terserak di pantai itupun adalah sampah yang dimuntahkan laut ke pantai di samping juga sampah yang berasal dari pepohonan yang ada di sekitarnya.
Hal yang sangat menarik di sana adalah banyak sekali kelomang yang berkeliaran di pantai, menjadikan pantai itu seolah-olah adalah wilayah kekuasaan para kelomang itu. Bagaimana tidak, puluhan bahkan mungkin ratusan kelomang dapat aku temui dengan mudah, sampai-sampai ketika melangkah di sana aku harus berhati-hari supaya tidak menginjaknya. Bahkan ketika aku berusaha berjalan di atas tumpukan daun kelapa kering untuk menghindari terinjaknya kelomang-kelomang itu, aku justru menjumpai kalau tumpukan daun kelapa kering itu seolah merupakan tempat perlindungan mereka; karena begitu kakiku menginjak daun kelapa kering itu, banyak sekali kelomang yang berhamburan keluar dari baliknya. Baik kelomang berukuran besar maupun kecil, baik yang memiliki cangkang indah maupun hanya yang berbentuk sederhana. Mudah-mudahan ketika suatu waktu nanti pantai ini sudah lebih dikenal, habitat kelomang-kelomang itu tetaplah lestari.
Berjalan sedikit menjauhi pantai, ke daerah yang tanahnya tampak seperti karang, ada sebuah gua kecil dengan air yang jernih di dalamnya. Aku sempat melihat bekas sebuah tangga kayu yang sudah rusak tergeletak di dasar gua. Rupanya air di dalam gua itu pernah juga dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang berladang di sekitar situ untuk mengairi ladangnya; dan mereka turun mengambil air di dasar gua dengan mempergunakan tangga kayu yang kelihatan sudah hancur itu. Menurut informasi dari penduduk setempat, gua itu disebut Gua Lahunduru. Dan itu pula sebabnya pantai di dekatnya disebut dengan nama Pantai Lahunduru.
Nah . . buat para pecinta ketenangan, rasanya berkunjung ke Pantai Lahunduru adalah sebuah pilihan yang tepat. Di sana kita bisa merenung sambil menikmati hembusan angin laut. Tapi ingat . . . jangan jalan menyusuri pantai sambil melamun lho ya. Kasihan kan kelomang-kelomang itu kalau tanpa sengaja sampai mati terinjak hanya karena orang yang menginjaknya keasyikan melamun 😦